Selasa, 22 Juni 2010

Artikel Lapoz

PERAN KELUARGA DALAM MENDIDIK MORAL BAGI ANAK
Penulis SITI NARWIYAH, Guru RA Bunga Bangkawali Lahat.

Mencermati Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional No. 64/c/Kep/PP/2000, seorang dinyatakan tamat dari pendidikan oleh penyelenggara pendidikan jika anak tersebut memperoleh surat tanda tamat belajar, dan sebelumnya melalui pertimbangan lulus yang diukur dari nilai rapor kelas tiga cawu ketiga, nilai ebtanas murni (NEM), nilai EBTA sekolah murni (NESM), dan budi pekerti anak.
Ternyata budi pekerti ini sudah tercantum dalam keputusan tersebut, lalu apa yang sebenarnya bisa dinilai dari budi pekerti? Pendidikan budi pekerti menjadi penting artinya karena menjadi acuan untuk menentukan seorang siswa tamat atau tidak tamat dari sekolahnya. Sekarang kita seharusnya mencermati apa yang dimaksud dengan budi pekerti.
Pelaksanaan pendidikan moral yang dimaksud dalam tulisan ini sangatlah penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami degradasi (menurunnya) moral sampai pada titik yang sangat kronis. Terlebih jika kita lihat dalam berita di televisi yang akhir-akhir ini sangat sering ditayangkan yaitu berita mengenai skandal video yang tidak senonoh. Sebuah tayangan yang sangat memalukan bahkan bisa disebut sebagai tontonan yang sangat tidak beradab dan tidak berperi-kemanusiaan.
Tidak hanya itu saja, secara umum bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita sudah tercerabut dari peradaban ketimuran yang santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat di Indonesia yang hanya menelan peradaban Barat begitu saja tanpa adanya seleksi yang matang. Sehingga saat ini jangan heran kalau sering kita lihat orang-orang yang memakai ‘pakaian renang’ di tengah keramaian.
Di samping itu, sistem pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada metode pendidikan yang selaras dengan peningkatan IQ (intelengence quetiont/kecerdasan intelektual) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont/kecerdasan emosional). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual Quetiont/kecerdasan spiritual). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan moral ini, eksistensi atau keberadaan SQ harus satu paket dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.
Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek sosial yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia di antaranya; meningkatnya kebobrokan etika/sopan-santun para pelajar. Kemudian meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dan suka mencuri. Selanjutnya, berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang. Lalu meningkatnya kelompok pertemanan yang bersifat kejam dan bengis serta munculnya kejahatan yang memiliki sikap penuh kebencian.
Masalah-masalah lainnya antara lain; berbahasa tidak sopan. Meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai pelajar. Timbulnya perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual bebas, penyalahgunaan narkoba dan perilaku bunuh diri. Dan yang terakhir adalah sikap mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras, tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah.
Ada tiga teori mendasari pendidikan budi pekerti, yaitu teori perkembangan kognitif, teori belajar sosial, dan teori psikoanalisis. Teori pertama ini dirintis Jean Pieger kemudian dikembangan Law Kohlbegr membagi enam tahap pemikiran moral. Pertama, orientasi hadiah dan hukuman sasaran anak mulai usia 3 tahun. Jika berbuat baik diberi hadiah .
Tahap kedua disebut orientasi relativitas instrumental yang menunjukkan dominasi kepentingan dalam kesenangan sendiri. Tahap ketiga orientasi anak manis, yang menggambarkan perilaku anak untuk menyenangkan lingkungan mereka. Tahap keempat, yaitu orientasi aturan dan ketertiban yang menunjukkan penghargaan terhadap ketertiban sosial. Tahap kelima kontrak sosial dan hak individu, yang menyatakan kepatuhan terhadap hak dan prosedurnya. Tahap keenam disebut etika universal yang berdasarkan atas hati nurani
Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah, maka sebaiknya dilakukan pengkajian ulang atas pendidikan moral agar dapat selalu mengikuti perkembangan kebutuhan pendidikan dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral tinggi sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman.
Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut? Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan tergantung pada moralitas generasi mudanya.
Oleh karenanya, sebagai guru di salah satu Raudhatul Athfal/RA (setingkat TK) di Kabupaten Lahat, saya mengajak semua pihak untuk dapat memulai pendidikan moral sedini mungkin serta memulainya dari keluarga. Yang perlu diingat bahwa pendidikan moral di dalam sebuah keluarga sama pentingnya dengan pendidikan moral di sekolah-sekolah formal. Bahkan pendidikan moral dalam sebuah keluarga lebih penting nilainya. Karena seorang pelajar memiliki waktu yang lebih lama berkumpul bersama keluarga dibandingkan dengan mengenyam pendidikan di sekolah.
Dan saya pun mengajak seluruh orang tua untuk dapat memberikan contoh dan suri tauladan yang baik bagi anak-anaknya di rumah. Jika orang tua telah mengajarkan bagaimana cara bertutur kata dengan baik, bergaul dengan sopan, berprilaku sesuai dengan ajaran agama, menjunjung tinggi moral dan tata krama dan hal-hal positif lainnya. Maka saya yakin generasi berikutnya adalah generasi yang memiliki moralitas tinggi dalam kehidupan. Sekali lagi, kita harus memulai pendidikan moral tersebut dari diri kita dan keluarga.

Senin, 21 Juni 2010

Kepribadian Tokoh dalam Novel Ayat-ayat Cinta dan Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra adalah salah satu perwujudan realitas kehidupan masyarakat beserta liku-likunya yang dituangkan pengarang sebagai pengamat sosial dalam bentuk sebuah karya yang kreatif dan imajinatif (Mukmin, 2008:1).

Karya sastra juga merupakan media bagi pengarang untuk mengungkapkan ide, perasaan, semangat, keyakinan. Sumardjo dan Saini (1988:3), mengemukakan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

Pendapat yang sama diungkapkan juga oleh Semi (1990:3) bahwa,

... karya sastra selalu berkaitan dengan alam pemikiran manusia dan kreatifitas manusia dan seni, harus dipahami bahwa manusia itu mempunyai karakteristik yaitu disamping tumbuh (dan mundur) secara fisik juga mempunyai kebutuhan secara intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Manusia mempunyai pikiran kemampuan bernalar dan menggunakan simbol-simbol untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan.

Dengan demikian, karya sastra, termasuk novel, dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk mengenal manusia dan kehidupannya. Pemahaman dan penafsiran tentang keadaan jiwa tokoh cerita yang terdapat dalam karya sastra, khususnya novel memerlukan pemahaman psikologi. Dikatakan demikian karena psikologi diperlukan dalam perwatakan sebuah novel (Sukada, 1987:103). Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan berhubungan erat dengan psikologi kepribadian yang membahas kehidupan psikis seseorang sebagai pribadi, yang merupakan segi lain daripada segi sosial.

Sebagai salah satu sastrawan yang tengah sukses, Habiburrahman El Shirazy, sarjana Al Azhar University Cairo, juga berperan sebagai Founder dan Pengasuh Utama Pesantren Karya dan Wirausaha Basmala Indonesia, yang berkedudukan di Semarang, Jawa Tengah. Ia dikenal secara nasional sebagai dai, novelis, dan penyair. Beberapa penghargaan bergengsi berhasil diraihnya, antara lain, Pena Award 2005, The Most Favorite Book and Writer 2005, dan IBF Award 2006. Tak jarang ia diundang untuk berbicara di forum-forum nasional maupun internasional, baik dalam kapasitasnya sebagai dai, novelis, maupun penyair. Seperti di Cairo, Kuala lumpur, dan Hongkong. Karya-karyanya selalu dinanti khalayak karena dinilai membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi. Di antara karya-karyanya yang telah beredar di pasar adalah Ayat-ayat Cinta (novel fenomenal yang telah dilayarlebarkan, 2008), Pudarnya Pesona Cleopatra (novelet, 2004), Di Atas Sajadah Cinta (kumpulan kisah teladan yang telah disinetronkan di Trans TV, 2004), Dalam Mihrab Cinta (novelet 2007), Ketika Cinta Berbuah Surga (Kumpulan Kisah Teladan, 2005), Ketika Cinta Bertasbih (novel fenomenal yang belum genap sebulan beredar telah terjual 30.000 eksemplar dan saat ini jilid satunya telah difilmkan). Karya yang siap dirampungkan: Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening dan Bulan Madu di Yerussalem.

Dari beberapa novel karya Habiburrahman El Shirazy, peneliti memilih novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih sebagai bahan kajian penelitian karena keduanya merupakan novel yang menyajikan satu rangkaian cerita yang utuh. Habiburrahman El Shirazy dengan kreativitasnya dalam bidang seni mampu membuat kagum para pembacanya. Selain kuatnya alur serta penokohan dalam novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman El Shirazy juga pandai menceritakan keseharian dalam kehidupan pesantren. Hal ini tak lain karena sesuai dengan latar belakang dari kehidupan Habiburrahman El Shirazy itu sendiri. Kemudian, satu per satu keilmuan tentang fiqih, aqidah, dan lain sebagainya tetap menjadi suguhan utama yang beliau munculkan dalam kedua novel tersebut.

Selain itu, peneliti memilih novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih karena di dalamnya terdapat keunikan kepribadian yang dimiliki oleh tokoh utamanya, yaitu Fahri (dalam novel Ayat-ayat Cinta) dan Khairul Azzam (dalam novel Ketika Cinta Bertasbih), keduanya adalah sama-sama pemuda yang sedang belajar menuntut ilmu di luar negeri. Ketika keduanya berada di negeri orang tentunya banyak sekali kesulitan yang dihadapi, apalagi latar belakang keluarga keduanya digambarkan pengarang sebagai keluarga miskin. Namun, dengan tekad yang kuat, modal prestasi dan semangat, membuat kepribadian keduanya tergambar unik. Keunikan kedua tokoh tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Urusan-urusan kecil seperti belanja, memasak dan membuang sampah, jika tidak diatur dengan bijak dan baik akan menjadi masalah. Dan akan mengganggu keharmonisan. Kami berlima sudah seperti saudara kandung. Saling mencintai, mengasihi dan mengerti. Semua punya hak dan kewajiban yang sama. Tidak ada yang diistimewakan. Semboyan kami, baiti jannati. Rumahku adalah surgaku. Tempat yang kami tinggali ini harus benar-benar menjadi tempat yang menyenangkan. Dan sebagai yang paling tua aku bertanggung jawab untuk membawa mereka pada suasana yang mereka inginkan. (El Shirazy, 2006:20).

Kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik di atas merupakan gambaran kepribadian tokoh Fahri (dalam novel Ayat-ayat Cinta) yang mempunyai disiplin kerja yang tinggi dalam mengatur rumah tangga.. Menurut teori Hipocrates Galenus, ciri kepribadian yang dimiliki oleh tokoh Fahri, yaitu mempunyai disiplin kerja yang tinggi dapat digolongkan ke dalam tipe manusia choleris. Selain memiliki disiplin kerja yang tinggi, Fahri juga memiliki kelebihan tipe manusia choleris, yaitu bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan yang menyiratkan bahwa ia bertanggung jawab atas suasana rumah yang ia dan teman-temannya inginkan.

Gambaran tokoh di atas juga dapat dikatakan sebagai tokoh yang cinta persahabatan. Hal ini tergambar dari keharmonisan yang dijaga oleh tokoh Fahri dan juga teman-temannya dengan saling mencinta, saling mengerti, dan saling mengasihi. Selain itu, gambaran tokoh dalam kutipan tersebut juga tergambar sebagai tokoh yang suka bekerja. Hal ini tercermin dari perbuatan yang dilakukan tokoh untuk menjaga kenyamanan tempat tinggal. Menurut teori Heymans, orang yang cinta persahabatan atau setia dalam bersahabat dan suka bekerja dapat dicirikan sebagai orang yang bertipe flegmatis. Tipe flegmatis menurut Heymans ini terdiri atas tiga tanda, yaitu tanda pertama adalah adanya emosionalitas yang lemah. Tanda kedua adalah berfungsi sekunder, yaitu cinta pada persahabatan. Kemudian, tanda ketiga yang dimiliki tokoh Fahri adalah aktivitas yang kuat dari dalam diri tokoh Fahri, hal ini ditandai dengan suka bekerja.

Jika Fahri menurut Hipocrates Galenus memiliki tipe manusia choleris dan menurut Heymas memiliki tipe flegmatis, tokoh Khairul Azzam (dalam novel Ketika Cinta Bertasbih), memiliki ciri kepribadian yang tidak mudah putus asa dan giat bekerja ketika menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini

Azzam masih sibuk berkutat dengan kacang kedelainya yang telah ia beri ragi. Dengan penuh kesabaran ia harus membungkusnya agar menjadi tempe. Sejak lamarannya pada Anna Althafunnisa telah didahului oleh sahabatnya sendiri, Azzam memutuskan untuk total bekerja. Sejak Ustadz Mujab menyarankan agar ia mengukur dirinya, ia memutuskan untuk total membaktikan diri kepada ibu dan kedua adik-adiknya di Indonesia. Ia niatkan itu semua sebagai ibadah dan rahmah yang tiada duanya. Ia juga meniatkannya sebagai tempaan hidup yang harus ia tempuh di universitas besar kehidupan. Ia yakin, semua itu tidak akan sia-sia. Bukankah Allah tak pernah menciptakan segala sesuatu dengan kesia-siaan (El Shirazy, KCB 1, 2006:125).

Menurut Hipocrates Galenus dan Heymans kutipan yang tergambar secara analitik dengan penggambaran tokoh yang tidak mudah putus asa dan suka bekerja dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia sanguinis. Hal tersebut dapat dideskripsikan dengan ciri tokoh itu, yaitu tidak mudah putus asa, yang digolongkan Hipocrates Galenus ke dalam tipe sanguinis, sedangkan ciri tokoh yang suka bekerja digolongkan Heymans ke dalam tipe yang sama, namun ada tiga tanda yang mempengaruhi, yaitu tanda pertama adalah memiliki emosionalitas yang lemah, tanda yang kedua adalah memiliki fungsi primer, dan tanda yang ketiga adalah adanya aktivitas yang kuat dari diri tokoh, ditandai dengan sikapnya yang suka bekerja

Selain keunikan kepribadian di atas, cerita dalam kedua novel tersebut masih banyak memunculkan sikap dan tingkah laku tokoh dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang dihadapinya sehingga tokoh dalam novel merasakan beban psikologis yang sangat berat. Hal inilah yang menurut peneliti perlu disikapi dari tokoh.

Penelitian terhadap unsur psikologi dalam novel pernah dilakukan oleh Subekti tahun 2000, mahasiswa Program Reguler FKIP Unsri, yang menganalisis unsur psikologis dalam novel Pada Sebuah Kapal karya N. H. Dini. Penelitian Subekti ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur psikologis tokoh utama dalam novel Pada Sebuah Kapal karya N. H. Dini ditinjau dari struktur eksistensial yang meliputi Ada-di-dunia (desain) dan Ada-melampaui-dunia (kemungkinan-kemungkinan dalam manusia). Damayanti tahun 2001 juga menganalisis unsur psikologis dalam novel “Terbangnya Elang” ditinjau dari struktur aspek psikologi yang meliputi perasaan, pikiran, serta kemauan tokoh utama dalam novel tersebut. Dan Windriani tahun 2004 menganalisis unsur psikologis yaitu ditinjau dari segi karakterisasi seperti sikap, sifat, temperamen tokoh utama.

Penelitian yang dilakukan ini agak berbeda, yaitu ditinjau dari segi aspek psikologis tokoh yang meliputi tipe kepribadian menurut Hipocrates Galenus dan tipe kepribadian Heymans. Tipe kepribadian Hipocrates Galenus dapat digolongkan ke dalam tipe sanguinis, melancholis, choleris, dan flegmatis. Sedangkan tipe kepribadian Heymans dapat digolongkan ke dalam delapan tipe di antaranya nerves, choleris, gepasioner, sentimentil, amorph, sanguinis, flegmatis, dan apatis.

1.2 Masalah

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kepribadian tokoh dalam novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy dilihat dari tipe kepribadian Hipocrates Galenus dan tipe kepribadian Heymans, dimana tipe kepribadian Hipocrates Galenus meliputi empat tipe, yaitu sanguinis, melancholis, choleris, dan flegmatis. Tipe kepribadian Heymans meliputi delapan tipe di antaranya nerves, choleris, gepasioner, sentimentil, amorph, sanguinis, flegmatis, dan apatis?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kepribadian tokoh dalam novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy sehingga diperoleh gambaran mengenai kepribadian tokoh, baik itu mengenai tipe kepribadian Hipocrates Galenus yang terdiri atas sanguinis, melancholis, choleris, dan flegmatis, dan tipe kepribadian Heymans yang meliputi delapan tipe, yaitu nerves, choleris, gepasioner, sentimentil, amorph, sanguinis, flegmatis, dan apatis.

1.4 Manfaat

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan dan mengklarifikasi teori tipe kepribadian manusia baik menurut Hipocrates Galenus yang meliputi tipe sanguinis, melancholis, choleris, dan flegmatis, maupun menurut Heymans yang terdiri atas delapan tipe, yaitu nerves, choleris, gepasioner, sentimentil, amorph, sanguinis, flegmatis, dan apatis melalui karya sastra khususnya novel.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengajaran sastra dan juga sebagai pengembangan bahan atau materi dalam pengapresiasian suatu karya sastra (novel) sehingga dapat meningkatkan daya apresiasi siswa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Novel

Novel dalam arti luas adalah suatu cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas (Soemardjo, 1991:29). Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula.

Novel adalah cerita rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan serangkaian peristiwa kehidupan di sekelilingnya dengan menonjolkan watak atau sifat setiap pelaku utamanya (Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, 1991:618).

Menurut Nurgiyantoro (2000:12), “Novel adalah cerita yang menceritakan kejadian yang biasa melahirkan para pelakunya”. Novel juga merupakan salah satu bentuk karya sastra proses yang ruang lingkup permasalahannya lebih luas daripada cerpen. Di dalam novel diberikan kesempatan untuk munculnya degresi atau cerita-cerita sampingan, sehingga dapat dibagi atas beberapa fragmen.

Dari beberapa pengertian mengenai novel di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan novel adalah cerita yang panjang dan menyajikan para tokoh, gerak, watak tokoh, dan alur yang memuat fragmen-fragmen secara tersusun.

2.2 Tokoh

Tokoh berarti individu atau pelaku yang mengemban peristiwa atau mengalami peristiwa sehingga mampu menjalin cerita. Kehadiran seorang tokoh dalam suatu cerita merupakan hal yang sangat penting karena tanpa tokoh atau pelaku cerita, suatu cerita tidak dapat bergerak. Dengan kata lain tokoh atau pelaku cerita berperan sebagai penggerak cerita sehingga penafsiran tentang kehidupan itu tampak walau hanya rekaan.

Menurut Aminuddin (2004:79), “Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi (prosa) sehingga peristiwa itu dapat menjalin suatu cerita”. Tokoh dalam cerita rekaan memiliki berbagai watak sesuai dengan kemungkinan watak yang ada pada manusia, seperti jahat, baik, sabar, peragu, periang, pemurung, berani, pengecut, licik, jujur, atau campuran dari berbagai watak itu (Sumardjo dan Saini K. M., 1988:145). Selanjutnya, Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995:165) menyatakan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembacanya ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita, yang menghadapi masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita, dan tokoh-tokoh tersebut membentuk watak tokoh itu sesuai dengan peranannya.

Tokoh berdasarkan peranannya dapat dibedakan menjadi tokoh utama atau dikenal sentral dan tokoh bawahan. Sudjiman (1992:17—19) membagi tokoh berdasarkan fungsinya dalam cerita, yaitu:

Berdasarkan fungsi tokoh di dalam cerita dapatlah dibedakan tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peranan pimpinan disebut tokoh utama dan protagonis (tokoh pusat), protagonis selalu menjadi sorotan dalam kisahan. Adapun tokoh yang merupakan penentang utama dari protagonis disebut antagonis atau tokoh lawan.

Dalam hubungannya dengan peran dan kedudukan tokoh dalam cerita, Aminuddin 2004:79) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut,

... Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu.

Untuk menentukan tokoh sentral (tokoh utama) dan tokoh bawahan dalam suatu cerita prosa (novel) dapat dilakukan melalui tiga cara berikut (Aminuddin, 2004:80):

1) melihat keseringan pemunculan dalam suatu cerita.

(tokoh sentral adalah tokoh yang sering muncul, sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang kurang sering muncul dalam setiap peristiwa);

2) melihat petunjuk yang sering diberikan pengarangnya.

Tokoh sentral umumnya sering dibicarakan oleh pengarang, sedangkan tokoh bawahan dibicarakan seperlunya;

3) melihat judul cerita.

Jika judul cerita merupakan nama tokoh, maka dapat ditentukan bahwa tokoh yang namanya diangkat sebagai judul cerita itu adalah tokoh utama.

2.3 Penokohan

Penokohan adalah cara bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut. Hal ini menunjukkan dua hal yang penting, yaitu yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh-tokoh tersebut (Suroto dalam Faiz, http://pendekatan-struktural-dalam-penelitian.html).

Hardy (dalam Sukada, 1987:63) menjelaskan, "Perwatakan merupakan imaji pengarang dalam membentuk personalitas tertentu di dalam suatu cerita". Suharianto (1982:31), menyatakan bahwa perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita: baik keadaan lahir maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah cara pengarang menggambarkan atau melukiskan tokoh dan watak tokoh dalam sebuah cerita, baik secara lahirnya maupun batinnya.

Menurut Esten (1987:27), ada beberapa cara dalam menggambarkan tokoh, yaitu secara analitik dan secara dramatik. Cara analitik adalah pengarang secara langsung menceritakan bagaimana watak tokoh-tokohnya. Cara dramatik adalah pengarang secara tidak langsung menceritakan bagaimana watak tokoh-tokohnya. Misalnya melalui penggambaran tempat dan lingkungan tokoh, bentuk tubuhnya, dialog tokoh, dan perbuatan si tokoh.

Peneliti menggunakan pendapat Esten untuk menganalisis kepribadian tokoh dalam novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy.

2.4 Psikologi dan Sastra

Psikologi merupakan ilmu pengetahuan tentang tingkah laku manusia dan kehidupan psikis manusia dalam hubungannya dengan lingkungan (Kartono, 1996:1). Menurut Jung (dalam Sukada, 1985:104), psikologi mempelajari proses kejiwaan manusia yang merupakan sumber dari ilmu pengetahuan dan kesenian.

Atmajaya (1986:63—64), menyatakan bahwa, “Dasar pemikiran mengapa sastra memanfaatkan psikologi karena karya sastra dianggap sebagai hasil aktifitas dan ekspresi manusia. Sedangkan psikologi itu sendiri bekerja pada suatu wilayah yang gelap yaitu jiwa manusia”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa antara psikologi dan sastra terdapat keterkaitan yang sama dalam hal memahami jiwa manusia. Kita dapat mempelajari karya sastra untuk memahami psikologi. Begitu juga sebaliknya, psikologi dapat digunakan untuk memahami karya sastra seperti halnya Atmajaya (1986:64), menyatakan bahwa “ ... antara psikologi dan sastra melahirkan istilah psikologi sastra”. Wellek dan Austin Warren (1993:90), juga menyatakan pendapatnya sebagai berikut:

... istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan, yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi, yang kedua studi proses kreatif, yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterpakan pada karya sastra, dan yang keempat mempelajari dampak karya sastra pada pembaca.

Jadi, dengan bantuan psikologi kita dapat mengetahui dengan jelas kepribadian tokoh yang dilukiskan dalam cerita. Kita dapat mengetahui bentuk fisiknya, keadaannya, serta sifat-sifatnya dengan jelas.

2.5 Kepribadian

Kepribadian mengandung pengertian yang sangat kompleks. Karena kepribadian mencakup berbagai aspek dan sifat-sifat fisik dan psikis dari seorang individu. Kepribadian atau personality cenderung bersifat dinamis, tidak statis atau tetap saja tanpa perubahan. Ia menunjukkan tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada individu dengan lingkungannya.

Menurut Allport (http://trescent.wordpress.com/2007/08/07/arti-dan-defenisi-kepribadian.htm), kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas.

Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama.

May (dalam Sujanto dkk., 2001:11) juga mengemukakan bahwa kepribadian adalah stimulus atau perangsang bagi orang lain yang diakibatkan oleh seseorang sehingga dapat menimbulkan reaksi terhadap seseorang itu.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa personality atau kepribadian itu merupakan suatu kebulatan yang bersifat kompleks, sifat kompleks tersebut disebabkan oleh karena banyaknya faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar yang ikut menentukan kepribadian itu.

2.6 Klasifikasi Tipe Kepribadian

2.6.1 Klasifikasi Tipe Kepribadian Hipocrates Galenus

Dalam upaya memahami tokoh-tokoh dalam cerita, kita lebih dahulu harus mengetahui tipe-tipe kepribadian manusia karena dengan ini kita dapat menentukan kepribadian atau watak tokoh dalam sebuah cerita.

Tipe manusia menurut Hipocrates Galenus (dalam Sujanto dkk., 2001:22) dapat digolongkan menjadi empat tipe berdasarkan cairan dalam tubuh. Tipe-tipe itu antara lain (1) sanguinisi adalah orang yang terlalu banyak sangui (darah) di dalam tubuhnya. Sifatnya disebut sanguinis. Dengan ciri-ciri yaitu ekspansif, lincah, selalu riang, optimis, mudah tersenyum, dan tidak mudah putus asa, (2) flegmatisi adalah orang yang terlalu banyak flegma (lendir). Sifatnya disebut flegmatis. Ciri-ciri orang yang flegmatis yaitu plastis, tenang, dingin, sabar, dan tidak mudah terpengaruh, (3) cholerisi adalah orang yang di dalam tubuhnya terlalu banyak chole (empedu kuning). Sifatnya disebut choleris. Ciri-cirinya adalah garang, lekas marah, mudah tersinggung, pendendam, dan serius, (4) melancholisi adalah orang yang terlalu banyak melanchole di dalam tubuhnya. Sifatnya disebut melancholis. Dengan ciri-cirinya yaitu kaku, muram, penakut, dan pesimis.

Pendapat lain (http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/mengenal%20tipe%20kepribadian%20dan%20kesadaran%20manusia.pdf), juga mengemukakan tipe manusia yang sama, namun dalam versi yang sedikit berbeda yaitu adanya kelemahan dan kelebihan pada masing-masing tipe. Tipe-tipe itu antara lain (1) tipe sanguinisi adalah tipe orang yang gembira, yang senang hatinya, mudah membuat orang tertawa, dan dapat memberi semangat pada orang lain. Kelemahan orang sanguinis adalah cenderung impulsive, yaitu bertindak sesuai emosi atau keinginannya, (2) tipe flegmatis adalah tipe orang yang cenderung tenang. Jika dilihat dari luar dirinya, orang flegmatis cenderung tidak mudah emosi, tidak menampakkan perasaan sedih atau senang. Naik turun emosinya tidak tampak dengan jelas. Orang dengan tipe ini cenderung dapat menguasai dirinya dengan cukup baik, introspektif diri, bisa melihat/ menatap dan memikirkan masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Kelemahan orang flegmatis adalah cenderung suka mengambil jalan pintas yang paling mudah dan gampang, (3) tipe melancholis adalah tipe orang yang mengerti estetika keindahan hidup. Perasaannya sangat sensitif. Kelemahan orang melancholis adalah mudah sekali dikuasai oleh perasaan dan cukup sering perasaan yang mendasari hidupnya sehari-hari adalah perasaan murung. (4) tipe choleris, seseorang yang choleris adalah seseorang yang dikatakan berorientasi pada pekerjaan dan tugas, dia adalah seseorang yang mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi. Kelebihannya adalah dia bisa melaksanakan tugas dengan setia dan akan bertanggung jawab dengan tugas yang diembannya. Kelemahan orang yang berciri choleris adalah kurangnya kemampuan untuk bisa merasakan perasaan orang lain (empati), belas kasihannya terhadap penderitaan orang lain juga agak minim, karena perasaannya kurang bermain.

Sobur (2003:314) juga mengemukakan tipe-tipe kepribadian manusia menurut Hipocrates dan Galenus, yaitu antara lain (1) melancholicus (melankolisi), yaitu orang-orang yang banyak empedu hitamnya. Orang yang memiliki tipe ini selalu bersikap murung atau muram, pesimistis, dan selalu menaruh rasa curiga, (2) sanguinicus (sanguinisi), yaitu orang-orang yang banyak darahnya. Orang-orang dengan tipe ini selalu menunjukkan wajah berseri-seri, periang, atau selalu gembira, dan optimis, (3) flegmaticus (flegmatisi), yakni orang-orang yang banyak lendirnya. Orang dengan tipe ini sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu pucat, pembawaannya tenang, pendiriannya tidak mudah berubah, (4) cholericus (cholerisi), yaitu orang yang banyak empedu kuningnya. Orang dengan tipe ini bertubuh besar dan kuat, namun mudah naik darah dan sukar mengendalikan diri, sifatnya garang dan agresif.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tipe-tipe kepribadian manusia dapat digolongkan ke dalam empat golongan berdasarkan cairan darah di dalam tubuh. Tipe-tipe tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda dan memiliki kelemahan serta kelebihan. Adapun tipe-tipe tersebut dapat dilihat dalam tabel kesimpulan berikut

Tabel 1

Tipe Kepribadian Menurut Hipocrates Galenus

No.

Tipe Kepribadian

Ciri-ciri

Kelebihan

Kelemahan

1.

Sanguinisi adalah orang yang terlalu banyak sangui (darah) di dalam tubuhnya. Sifatnya disebut sanguinis

Ekspansif, lincah, selalu riang, optimis, mudah tersenyum, dan tidak mudah putus asa, wajahnya selalu berseri-seri.

_

Cenderung impulsive, yaitu bertindak sesuai emosi atau keinginannya.

2.

Flegmatisi adalah orang yang terlalu banyak flegma di dalam tubunhya. Sifatnya disebut flegmatis.

Plastis, tenang, dingin, sabar, dan tidak mudah terpengaruh, dan teguh pendirian.

Dapat menguasai diri dengan cukup baik, introspektif diri, bisa melihat/ menatap dan memikirkan masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya

Suka mengambil jalan pintas yang mudah dan gampang

3.

Melancholerisi adalah orang yang terlalu banyak melanchole di dalam tubuhnya. Sifatnya disebut melancholis.

Kaku, muram, penakut, pesimis, terobsesi dengan karya yang paling bagus, yang paling sempurna, dan mengerti estetika keindahan hidup, sensitif.

_

Mudah dikuasai perasaan dan selalu murung.

4.

Cholerisi adalah orang yang terlalu banyak chole di dalam tubuhnya. Sifatnya disebut cholerisi.

Garang, lekas marah, mudah tersinggung, pendendam, dan serius, mempunyai disiplin kerja yang tinggi, ciri fisiknya adalah bertubuh besar dan kuat.

Dapat melaksanakan tugas dengan setia dan bertanggung jawab.

Tidak memiliki rasa empati, dan kurang memiliki rasa belas kasihan terhadap orang lain.

2.6.2 Klasifikasi Tipe Kepribadian Heymans

Jika tipe kepribadian Hipocrates Galenus digolongkan berdasarkan cairan dalam tubuh, maka tipe kepribadian menurut Heymans (Sujanto, dkk..2001:35), digolongkan berdasarkan temperamen.

Heymans menyusun teorinya berdasarkan tiga prinsip dasar, yaitu sebagai berikut

a. emosionalitas, artinya banyak sedikitnya seseorang dipengaruhi oleh kehidupan perasaannya;

b. aktivitas, yaitu banyak sedikitnya seseorang menyatakan isi jiwanya dalam bentuk perbuatan;

c. fungsi sekunder, artinya kuat atau tidaknya seseorang menyimpan kesan-kesan di dalam jiwanya. Sebagai lawan fungsi sekunder, adalah fungsi primer, yaitu bila seseorang hanya sebentar saja menyimpan kesan itu di dalam jiwanya.

Ketiga fungsi tersebut dibedakan atas yang kuat (+) dan yang lemah (-). Dengan demikian, Heymans menggunakan enam prinsip pokok. Dalam penyelidikan yang diadakan, didapat tanda tertentu yaitu sebagai berikut.

1) Orang yang mempunyai emosionalitas kuat (banyak dipengaruhi oleh kehidupan perasaannya), berciri lekas memihak, fantasinya kuat, tulisan dan bicaranya aneh, kurang mencintai kebenaran, mudah marah, dan senang sensasi.

2) Orang yang mempunyai emosionalitas yang lemah (sedikit dipengaruhi oleh kehidupan perasaannya). Orang seperti ini tidak memiliki ciri yang khas.

3) Orang yang aktivitasnya kuat (banyak menyatakan isi jiwanya dalam bentuk perbuatan), berciri suka bekerja, mempunyai banyak hobi, mudah mengatasi kesulitan, dan tidak mudah putus asa.

4) Orang yang aktivitasnya lemah (sedikit menyatakan isi jiwanya dalam bentuk perbuatan). Orang seperti ini tidak memiliki ciri yang khas.

5) Orang yang berfungsi sekunder (kuatnya seseorang menyimpan kesan-kesan di dalam jiwanya), berciri betah di rumah, taat kepada adat, setia dan cinta pada persahabatan, mempunyai rasa berterimakasih yang besar, sukar menyesuaikan diri, dan konsekuen terhadap apapun.

6) Orang yang berfungsi primer (bila seseorang hanya sebentar saja menyimpan kesan itu di dalam jiwanya). Orang yang berfungsi primer tidak memiliki ciri yang khas.

Dengan enam prinsip pokok, Heymans menyimpulkan bahwa manusia memiliki delapan tipe kepribadian, yaitu sebagai berikut.

1) Nerves, mempunyai ciri: emosionalitasnya kuat, berfungsi primer (mudah melupakan kesan), tidak aktif.

2) Choleris, mempunyai ciri: emosionalitasnya kuat, berfungsi primer, dan aktiv.

3) Gepasioner (orang hebat), berciri: emosionalitasnya kuat, berfungsi sekunder (tidak mudah melupakan kesan), dan aktif.

4) Sentimentil, mempunyai ciri: emosionalitasnya kuat, berfungsi sekunder, tidak aktif.

5) Amorph, mempunyai ciri: emosionalitasnya lemah, berfungsi primer, dan tidak aktif.

6) Sanguinis, berciri: emosionalitasnya lemah, berfungsi primer, dan aktif.

7) Flegmatis, berciri: emosionalitasnya lemah, berfungsi sekunder, dan aktif.

8) Apatis, berciri: emosionalitasnya lemah, berfungsi sekunder, dan tidak aktif.

Tabel 2

Tipe Kepribadian Menurut Heymans

Emosi

Fungsi

Aktivitas

Nama Tipe

+

+

+

+

-

-

-

-

-

-

+

+

-

-

+

+

-

+

+

-

-

+

+

-

Nerves

Choleris

Gepasionir

Sentimentil

Amorph

Sanguinis

Flegmatis

Apatis

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori kepribadian menurut Hipocrates Galenus dan teori kepribadian menurut Heymans karena kedua teori kepribadian tersebut berada dalam satu kesatuan, yaitu phisis dan psikhis yang tidak dapat dipisahkan dari seseorang. Selain itu, teori Heymans memberikan nama-nama tipenya juga karena terpengaruh oleh Hipocrates Galenus.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang membicarakan berbagai kemungkinan untuk memecahkan masalah yang aktual dengan mengumpulkan data, menyusun data, menganalisis data, dan menginterpretasikannya (Surakhmad, 1985:147). Metode itu digunakan untuk mengungkapkan aspek psikologis tokoh cerita yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy, dengan mendeskripsikan tipe kepribadian (personality) yang terdapat di dalamnya.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy yang diterbitkan oleh Penerbit Republika. Novel Ayat-ayat Cinta terdiri atas 419 halaman, diterbitkan pada tahun 2004. Novel Ketika Cinta bertasbih terdiri atas 2 jilid. Jilid 1 memiliki 477 halaman dan jilid 2 terdiri atas 412 halaman, diterbitkan pada tahun 2007.

3.3 Pendekatan

Pendekatan adalah cara memandang dan mendekati suatu objek atau asumsi-asumsi dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang objek (Semi, 1990:63). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural dan pendekatan psikologis. Menurut Semi (1990:67), “pendekatan struktural adalah pendekatan yang melihat sosok karya sastra yang berdiri sendiri selepas dari hal-hal yang berada di luar dirinya yang terdiri dari unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, dan gaya bahasa”. Pendekatan struktural dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis kepribadian tokoh yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy.

Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra. Pendekatan psikologis ini juga dipilih peneliti berdasarkan pada pendapat Semi yang mengemukakan,

Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Manusia senantiasa memperoleh perilaku yang beragam. Bila ingin melihat dan mengenal manusia lebih dalam dan lebih jauh lagi diperlukan pendekatan psikologis (Semi, 1993:76).

Pendekatan psikologis dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkapkan kepribadian tokoh yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Hal ini mendapat perhatian karena timbulnya kesadaran dari pengarang, sekaligus bagi kritikus sastra. Perkembangan dan kemajuan masyarakat di zaman modern ini tidaklah semata-mata dapat diukur dari segi material, tetapi juga dari segi rohaniah atau kejiwaan (Semi, 1985:46).

3.4 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang dilakukan adalah teknik analisis karya. “Teknik analisis karya adalah suatu metodologi penyelidikan dengan mengadakan penelitian atau penganalisisan hasil karya seseorang,” (Keraf dalam Suroto, 1985:57).

Pengolahan data yang dilakukan menggunakan prosedur sebagai berikut:

1) membuat sinopsis novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih jilid 1 dan 2;

2) mengidentifikasi tokoh yang akan dianalisis: untuk mengidentifikasi tokoh dapat dilakukan dengan cara membaca keseluruhan isi novel Ayat-ayat Cinta dan novel Ketika Cinta Bertasbih jilid 1 dan 2, dan mencirikan tokoh tersebut ke dalam jenis tokoh yang akan dianalisis;

3) mengidentifikasi aspek kepribadian tokoh: untuk mengidentifikasi aspek kepribadian tokoh dapat dilakukan dengan cara melihat penggambaran tokoh yang dilakukan oleh pengarang baik melalui teknik langsung (analitik) maupun teknik tak langsung (dramatik);

4) mengklasifikasikan aspek kepribadian tokoh: pengklasifikasian aspek kepribadian tokoh dapat dilakukan dengan cara menggolongkan kepribadian tokoh yang digambarkan oleh pengarang baik melalui teknik langsung (analitik) maupun teknik tak langsung (dramatik) ke dalam tipe kepribadian yang telah dipilih peneliti yaitu tipe kepribadian Hipocrates Galenus yang terdiri atas sanguinis, melancholis, choleris, dan flegmatis, dan tipe kepribadian Heymans yang meliputi delapan tipe, yaitu nerves, choleris, gepasioner, sentimentil, amorph, sanguinis, flegmatis, dan apatis;

5) menganalisis aspek kepribadian tokoh meliputi tipe kepribadian Hipocrates Galenus yang terdiri atas sanguinis, melancholis, choleris, dan flegmatis, dan tipe kepribadian Heymans yang meliputi delapan tipe, yaitu nerves, choleris, gepasioner, sentimentil, amorph, sanguinis, flegmatis, dan apatis;

6) mendeskripsikan dan menyimpulkan hasil analisis.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Sinopsis Novel Ayat-ayat Cinta

Cerita ini diawali dengan kisah seorang pemuda Indonesia yang tengah melanjutkan program S2 di Universitas Islam tertua, Al Azhar, Mesir. Pemuda itu bernama Fahri. Di Mesir, Fahri tinggal bersama empat orang temannya, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah.

Di atas flat rumah mereka, tinggallah sebuah keluarga kristen koptik yang sangat taat beribadah, yaitu keluarga Tuan Boutrus Rafael Girgis. Tuan Boutrus mempunyai putri sulung yang bernama Maria. Maria dan keluarganya sangat baik kepada Fahri dan teman-temannya. Diam-diam, Maria mencintai Fahri, namun tak ada satu orang pun yang mengetahui perasaannya.

Selain bertetangga dengan keluarga Tuan Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain, yaitu Bahadur, yang terkenal dengan julukan si Muka Dingin karena ia selalu berperangai kasar kepada siapa saja. Bahadur mempunyai tiga orang putri, Mona, Suzanna, dan Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam namun tidak sama halnya dengan Noura, dia berkulit putih dan berambut pirang. Hal inilah yang membuat Noura dimusuhi keluarganya yang pada akhirnya membuat dirinya tercebur ke dalam penderitaan yang mendalam.

Suatu malam, Noura disiksa oleh Bahadur. Tak ada satu orang pun yang berani menolongnya, kecuali Fahri dan Maria. Fahri dan Maria begitu tulus menolong Noura. Namun sayang, ternyata Noura membalas kebaikan Fahri dengan sebuah fitnah. Noura memfitnah bahwa Fahri telah melakukan pemerkosaan pada dirinya. Fitnah tentang pemerkosaan ini menyebabkan Fahri harus berpisah dengan Aisha, gadis bercadar yang baru saja dinikahinya. Akhirnya, Fahri pun masuk ke dalam penjara.

Hari demi hari dilalui Fahri dengan pahit di dalam penjara. Namun, Aisha sangat setia pada suaminya. Dia merelakan Fahri menjadi milik Maria supaya bebas dari tuduhan pemerkosaan pada Noura, karena Marialah yang menjadi saksi kunci atas kejadian yang sebenarnya. Akan tetapi, keadaan Maria tidak memungkinkan untuk menjadi saksi kunci dalam persidangan karena dia mengalami koma yang panjang. Setelah dinikahkan dengan Fahri dalam keadaan koma, akhirnya Maria dapat bangkit dari sakitnya. Ia pun dapat menghadiri acara persidangan. Mendengar semua kesaksian Maria, hakim dalam persidangan memutuskan bahwa Fahri tidak bersalah. Noura akhirnya mengakui kesalahannya karena telah menuduh Fahri sebagai pemerkosa. Setelah acara persidangan selesai, Maria kembali jatuh pingsan karena sakit yang dideritanya semakin mendalam. Akhirnya, Maria pun meninggal dalam keadaan Islam. Tinggallah Fahri dan Aisha yang merasakan kebahagiaan yang tiada duanya.

4.1.1.1 Kepribadian Tokoh dalam Novel Ayat-ayat Cinta

Tokoh utama dalam novel Ayat-ayat Cinta ini adalah Fahri, Maria, dan Aisha. Akan tetapi, peneliti tidak hanya menganalisis tokoh utama saja, .karena di dalam novel ini juga memiliki tokoh yang bernama Bahadur, yang merupakan tokoh antagonis dalam novel Ayat-ayat Cinta. Hal ini peneliti pertimbangkan sebagai perbandingan kepribadian antara tokoh utama dan tokoh antagonis.Untuk melihat kepribadian para tokoh di atas dapat kita lihat dari ciri kepribadian yang telah dipilih peneliti, yaitu berdasarkan atas teori kepribadian Hipocrates Galenus dan teori kepribadian Heymans.

Menurut Hipocrates Galenus, ciri kepribadian manusia terbagi atas empat tipe berdasarkan cairan dalam tubuh, yaitu sanguinis, melancholis, choleris, dan flegmatis. Dan tipe kepribadian Heymans meliputi delapan tipe, di antaranya nerves, choleris, gepasioner, sentimentil, amorph, sanguinis, flegmatis, dan apatis. Delapan tipe ini masing-masing memiliki tiga tanda yang berbeda, baik dari segi emosi, fungsi, dan aktivitas.

4.1.1.2 Kepribadian Tokoh Berdasarkan Teori Hipocrates Galenus dan Teori Heymans

1) Fahri

Penggambaran kepribadian tokoh Fahri dalam novel Ayat-ayat Cinta dilakukan secara analitik dan dramatik. Penggambaran tokoh Fahri yang dilakukan secara analitik menunjukkan bahwa Fahri adalah seorang pemuda yang sabar. Menurut Hipocrates Galenus yang berprinsip pada cairan dalam tubuh manusia (phisis), sikap sabar Fahri dapat digolongkan ke dalam tipe manusia flegmatis. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut.

Aku lalu menjelaskan pada mereka bahwa yang dilakukan perempuan bercadar itu benar. Bukannya menghina orang Mesir, justru sebaliknya. Dan umpatan-umpatan yang ditujukan padanya itu sungguh sangat tidak sopan dan tidak bisa dibenarkan. Aku beberkan alasan-alasan kemanusiaan. Mereka bukannya sadar, tapi malah kembali naik pitam. Si pemuda marah dan mencela diriku dengan sengit. Juga Si Bapak berpakaian abu-abu. Sementara Ashraf bilang, ”Orang Indonesia, kau jangan ikut campur urusan kami!”

Aku kembali mengajak mereka membaca shalawat. Aku nyaris kehabisan akal. Akhirnya kusitir beberapa hadis Nabi untuk menyadarkan mereka. Tapi orang Mesir seringkali muncul besar kepalanya dan merasa paling menang sendiri.

Pemuda Mesir malah menukas sengak, ”Orang Indonesia, kau tahu apa sok mengajari kami tentang Islam, heh! Belajar bahasa Arab saja baru kemarin sore. Juz Amma entah hafal entah tidak. Sok pintar kamu! Sudah kau diam saja, belajar baik-baik selama di sini dan jangan ikut campur urusan kami!

Aku diam sesaat sambil berpikir bagaimana caranya menghadapi anak turunan Fir’aun yang sombong dan keras kepala ini (El Shirazy, 2006:44—45).

Tampak dalam kutipan di atas, Fahri bersikap sabar saat orang-orang Mesir berkata kasar padanya. Ia lebih memilih diam dan berpikir bagaimana caranya untuk dapat menghadapi orang-orang tersebut dari pada bersikap sebaliknya. Sikap Fahri ini menyiratkan bahwa dirinya memiliki kelebihan dari ciri orang-orang flegmatis, yaitu dapat menguasai diri dengan cukup baik.

Jika dilihat dari teori Heymans, yang menyatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilihat dari temperamennya (psikis), kutipan di atas juga dapat digolongkan ke dalam tipe manusia flegmatis. Dikatakan demikian, karena Fahri memiliki tiga tanda orang flegmatis. Tanda pertama, Fahri memiliki emosionalitas yang lemah. Tanda kedua, Fahri memiliki fungsi sekunder, yaitu dia merupakan orang yang cinta dan setia pada persahabatan. Hal ini dapat dilihat saat dia membela perempuan bercadar yang dimaki oleh seorang pemuda dan seorang Bapak berpakaian abu-abu. Fahri mencari cara untuk mendamaikan kedua belah pihak yang sedang berselisih paham.

Sikap Fahri di atas merupakan bukti bahwa dirinya setia dan cinta pada persahabatan. Ia tidak ingin terjadi perpecahan persahabatan antara sesama orang Mesir, yaitu antara gadis bercadar dengan seorang pria dan seorang Bapak yang berpakaian abu-abu. Tanda ketiga adalah Fahri Fahri adalah orang yang memiliki aktivitas yang kuat, yaitu mudah mengatasi masalah.

Ciri kepribadian Fahri yang sabar juga terlihat dalam kutipan berikut.

Dengan tetap berusaha berkepala dingin aku mencoba menjelaskan kepada mereka, bahwa semua itu adalah sebuah tuduhan keji. Lalu kujelaskan secara kronologis kejadian malam itu. Sejak mendengar jeritan Noura disiksa Ayah dan kakaknya sampai paginya dititipkan ke rumah Nurul tapi penjelasanku dianggap seolah suara keledai. Mereka malah tertawa. Dan menjadikan aku bulan-bulanan oleh hinaan, makian dan tamparan yang membuat bibirku pecah (El Shirazy, 2006:308).

Kutipan yang digambarkan secara analitik di atas memperlihatkan ciri kepribadian Fahri yang cukup sabar atas perbuatan orang-orang yang telah menuduh dan menganiayanya. Semua tuduhan keji yang ditudingkan kepadanya ia hadapi dengan kepala dingin.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, sikap Fahri di atas dapat digolongkan ke dalam tipe manusia flegmatis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Fahri juga dapat dikatakan sebagai manusia flegmatis, karena dia memiliki tiga tanda. Tanda pertama, yaitu Fahri memiliki emosionalitas yang lemah. Tanda kedua yang ada dalam diri Fahri adalah dia memiliki fungsi sekunder, yaitu konsekuen atau tetap berkepala dingin menjelaskan kronologis cerita yang terjadi. Tanda ketiganya, Fahri memiliki aktivitas yang kuat, yaitu tidak mudah putus asa. Hal ini terlihat dari sikapnya yang tidak mudah putus asa saat dia dituduh melakukan perbuatan keji, yaitu pemerkosaan. Dalam hal ini Fahri berusaha berkepala dingin menjelaskan kronologis kejadian yang terjadi sebenarnya.

Selain memiliki ciri orang-orang flegmatis dengan sikap yang sabar, Fahri juga memiliki ciri orang-orang flegmatis yang lain, yaitu tidak mudah terpengaruh dan teguh pendirian. Ciri kepribadian Fahri digambarkan secara analitik. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

Malam ini jadwalku sampai jam dua belas. Berhenti ketika shalat Isya. Akhir bulan naskah harus sudah aku kirim ke Jakarta. Setelah itu ada dua buku yang siap diterjemah. Buku kontemporer, bahasanya lebih mudah. Seorang teman pernah mencibir diriku, bahwa menjadi penerjemah sama saja menjadi mesin pengalih bahasa. Aku tak peduli dengan segala cibiran mereka. Aku merasa nikmat dengan apa yang aku kerjakan. Aku bisa belajar menambah ilmu, mentransfer ilmu pengetahuan dan berarti ikut serta mencerdaskan bangsa. Aku bisa berkarya, sekecil apa pun bentuknya. Berdakwah, dengan kemampuan seadanya. Dan terpenting aku bisa hidup mandiri dengan royalti yang aku terima. Tidak seperti mereka yang bisanya mencibir saja. Menuruti kata orang tidak akan pernah ada habisnya. Memenuhi segala kecocokan dengan hati manusia adalah hal yang tidak mungkin kamu capai! Kata-kata Imam Syafii mengingatkan diriku (El Shirazy, 2006:69).

Kutipan di atas memperlihatkan bahwa Fahri mendapat cibiran dari salah satu temannya. Ia menyikapi cibiran itu dengan memegang teguh kata-kata Imam Syafii yang mengingatkannya untuk tidak mudah terpengaruh dengan cibiran orang lain, sehingga hal ini menunjukkan bahwa Fahri memiliki sikap teguh pendirian yang kuat.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Fahri memiliki tipe kepribadian manusia flegmatis karena dia tidak mudah terpengaruh oleh cibiran orang lain. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Fahri juga dapat dikatakan sebagai manusia flegmatis karena memiliki tiga tanda. Tanda pertama, Fahri memiliki emosionalitas yang lemah. Tanda kedua, Fahri memiliki fungsi sekunder, yaitu sikap yang konsekuen terhadap pekerjaan. Dalam hal ini dia berupaya keras menyelesaikan pekerjaannya, yaitu menerjemahkan naskah. Tanda ketiga, Fahri memiliki aktivitas yang kuat. Dia tidak mudah putus asa terhadap cibiran orang lain yang mencibiri pekerjaannya menjadi penerjemah naskah.

Kepribadian manusia flegmatis yang dimiliki Fahri dengan ciri teguh pendirian juga terlihat dalam kutipan di bawah ini.

Sampai hari ketiga ditahan, belum juga ada yang menjengukku. Meskipun diinterogasi dan dipaksa seperti apapun, aku tetap bersikukuh tidak mau mengakui dakwaan itu. Aku tetap memilih membuktikan tidak bersalah di pengadilan (El Shirazy, 2006:320).

Kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik di atas memperlihatkan sikap Fahri yang teguh pendirian dengan bersikukuh tidak mau mengakui dakwaan terhadap dirinya ketika divonis memperkosa. Walau bagaimana pun, ia tetap memilih membuktikan di pengadilan bahwa dirinya tidak bersalah.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, maupun tipe kepribadian Heymans, tokoh Fahri dalam kutipan di atas dapat juga digolongkan ke dalam tipe manusia flegmatis. Menurut teori tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Fahri digolongkan sebagai manusia flegmatis karena dia memiliki sikap yang teguh pendirian. Menurut teori tipe kepribadian Heymans, Fahri dapat digolongkan sebagai manusia flegmatis karena memiliki tiga tanda. Tanda pertama, Fahri memiliki emosionalitas yang lemah. Tanda kedua adalah Fahri memiliki fungsi sekunder, yaitu konsekuen pada pendiriannya untuk tetap bersikukuh tidak mau mengakui dakwaan yang ditudingkan padanya. Tanda ketiga yang dimiliki Fahri, yaitu Fahri adalah orang yang memiliki aktivitas yang kuat, dia tidak mudah putus asa untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah di pengadilan walaupun dirinya diinterogasi dan dipaksa seperti apapun.

Secara dramatik, pengarang juga menggambarkan ciri kepribadian Fahri yang teguh pendirian. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

”Sst .. Fahri ceritakan padaku kau diinterogasi bagaimana?”

Aku menceritakan semuanya. Paksaan untuk mengakui perbuatan itu dan aku bersikukuh tidak mau mengakuinya.

”Keputusan yang tepat sekali. Sebab jika kau mengaku dan menandatangani berkas pengakuan maka sangat sulit diselamatkan (El Shirazy, 2006:326).

Kutipan yang digambarkan pengarang di atas menunjukkan percakapan antara Fahri dengan temannya setelah ia diinterogasi. Ia menceritakan semua perkara yang dipertanyakan oleh pihak kepolisian Mesir yang menangkapnya. Fahri tidak mau mengakui perbuatan yang dituduhkan oleh kepolisian Mesir padanya. Ia tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa ia tidak bersalah.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus dan Heymans, Fahri dalam kutipan di atas juga dapat digolongkan ke dalam tipe manusia flegmatis. Namun, menurut teori tipe kepribadian Hipocrates Galenus Fahri dapat dipandang sebagai manusia flegmatis karena dia memiliki ciri teguh pendirian. Menurut teori tipe keribadian Heymans, Fahri dapat dipandang sebagai manusia flegmatis karena dia memiliki tiga tanda manusia flegmatis, yaitu memiliki emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Emosionalitas yang terdapat dalam diri Fahri adalah emosionalitas yang lemah. Fungsi sekunder yang ada dalam diri Fahri adalah konsekuen terhadap keputusannya untuk bersikukuh tidak mau mengakui perbuatan yang ditudingkan padanya dan dia juga tidak mau menandatangani berkas pengakuan yang disodorkan pihak kepolisian padanya. Emosionalitas yang terdapat dalam diri Fahri adalah emosionalitas yang lemah. Aktivitas yang kuat dalam diri Fahri ditandai dengan adanya sikap yang tidak mudah putus asa. Dalam hal ini, Fahri tidak mudah putus asa untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi meskipun dirinya dipaksa.

Pengarang kembali menggambarkan kepribadian manusia flegmatis tokoh Fahri dengan ciri teguh pendirian. Hal ini terlihat saat Fahri berdebat dengan istrinya (Aisha) tentang negosiasi untuk menyuap keluarga Noura yang telah menuduh Fahri melakukan perbuatan pemerkosaan terhadap Noura. Aisyah berusaha membujuk Fahri untuk mengikuti keiginannya, yaitu menyuap keluarga Noura supaya mencabut tuntutan atas tuduhan pemerkosaan yang dilakukan Fahri. Akan tetapi, Fahri tidak mau menuruti keinginan istrinya. Ia lebih memilih mempertahankan keyakinan dan kebenaran bahwa Allah akan menolong hamba-hamba-Nya yang sabar, meskipun harus menghadapi siksaan yang tidak ringan, bahkan bisa berujung pada kematian. Ciri kepribadian Fahri yang teguh pendirian ini digambarkan pengarang secara dramatik sebagaimana terlihat pada kutipan berikut.

”Terus, apalagi yang bisa kulakukan? Aku tak ingin kau mati. Aku tak ingin kehilangan dirimu. Aku tak ingin bayi ini nanti tak punya ayah. Aku tak ingin jadi janda. Aku tak ingin tersiksa. Apalagi yang bisa kulakukan?”

”Dekatkan diri pada Allah! Dekatkan diri pada Allah! Dan dekatkan diri pada Allah! Kita ini orang yang sudah tahu hukum Allah dalam menguji hamba-hamba-Nya yang beriman. Kita ini orang yang mengerti ajaran agama. Jika kita melakukan hal itu dengan alasan terpaksa, maka apa yang dilakukan oleh mereka, orang-orang awam yang tidak tahu apa-apa. Bisa jadi dalam keadaan kritis sekarang ini hal itu menjadi hal darurat yang diperbolehkan, tapi bukan untuk orang seperti kita,

”Istriku, orang seperti kita harus tetap teguh tidak melakukan hal itu. Kau ingat Imam Ahmad bin Hambal yang dipenjara, dicambuk dan disiksa habis-habisan ketika teguh memegang keyakinan bahwa Al Quran bukan mahluk. Al Quran adalah kalam Ilahi. Ratusan ulama pergi meninggalkan Bagdad dengan alasan keadaan darurat membolehkan mereka pergi untuk menghindari siksaan. Jika semua ulama saat itu berpikiran seperti itu, maka siapa yang akan memberikan teladan kepada umat untuk teguh memegang keyakinan dan kebenaran. Maka Imam Ahmad merasa jika ikut pergi juga ia akan berdosa. Imam Ahmad tetap berada di Bagdad mempertahankan keyakinan dan kebenaran meskipun harus menghadapi siksaan yang tidak ringan, bahkan bisa berujung pada kematian. Sama dengan kita saat ini (El Shirazy, 2006:358).

Kutipan di atas memperlihatkan bahwa Fahri adalah orang yang benar-benar teguh pendirian. Dalam keadaan apapun ia tetap bersabar dan yakin pada pertolongan Allah.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus dan tipe kepribadian Heymans, Fahri dalam kutipan di atas juga dapat digolongkan sebagai manusia flegmatis. Menurut teori tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Fahri digolongkan sebagai manusia flegmatis karena memiliki sikap yang teguh pendirian. Menurut teori tipe keribadian Heymans, Fahri dapat digolongkan ke dalam tipe manusia flegmatis karena tiga tanda. Tanda pertama adalah Fahri memiliki emosionalitas yang lemah.

Tanda kedua yang ada dalam diri Fahri adalah adanya fungsi sekunder, yaitu taat kepada adat dan konsekuen. Fahri dapat dikatakan taat pada adat dan konsekuen, karena dirinya berpedoman pada petunjuk-petunjuk terdahulu yang selalu mengingatkan dirinya untuk tetap berada di jalan yang benar. Dirinya mengikuti Imam Ahmad untuk mempertahankan keyakinan dan kebenaran meskipun harus menghadapi siksaan yang tidak ringan, bahkan bisa berujung pada kematian. Tanda ketiga yang dimiliki Fahri adalah Fahri memiliki aktivitas yang kuat, yaitu tidak mudah putus asa untuk tetap berada di jalan Allah. Walau apapun keadaan yang menimpa dirinya dia tetap berusaha untuk membuktikan kebenaran dengan meyakini pertolongan Allah.

Dari beberapa kutipan di atas, tokoh Fahri, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, maupun tipe kepribadian Heymans, memiliki tipe kepribadian manusia flegmatis. Menurut teori tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Fahri dapat dikatakan sebagai manusia flegmatis karena dia memiliki ciri-ciri orang flegmatis, yaitu sabar dan teguh pendirian. Menurut teori tipe kepribadian Heymans, Fahri dapat dikatakan sebagai manusia flegmatis karena adanya tiga tanda orang flegmatis yang dimilikinya, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Fahri juga memiliki ciri kepribadian yang terobsesi dengan karya yang paling bagus, paling sempurna, dan mengerti estetika keindahan. Hal ini diketahui saat dia beristirahat di kamarnya sambil mendengarkan murattal yang dilantunkan Syaikh Abu Bakar Asy-Syathiri lewat tape kecil. Ketika menyimak suara yang sangat lembut dan indah dari murratal tersebut, ia berimajinasi ke tempat-tempat sejuk dan ke dunia lain yang indah. Untuk lebih jelasnya perhatikan kutipan berikut.

Usai berganti pakaian kurebahkan diriku di atas kasur. Oh, alangkah nikmatnya. Ini saatnya istirahat. Kunyalakan tape kecil di samping tempat tidur. Enaknya adalah memutar murratal Syaikh Abu Bakar Asy-Syathiri. Suaranya yang sangat lembut dan indah penuh penghayatan dalam membaca Al Quran sering membawa terbang imajinasiku ke tempat-tempat sejuk. Ke sebuah danau bening di tengah hutan yang penuh buah-buahan. Kadang ke suasana senja yang indah di tepi pantai Ageeba, pantai laut Mediterania yang menakjubkan di Mersa Mathrub. Bahkan bisa membawaku ke dunia lain, dunia indah di dalam laut dengan ikan-ikan hias dan bebatuan seperti permata-permata di surga (El Shirazy, 2006:62—63).

Tampak dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik di atas, Fahri terobsesi dengan karya yang paling bagus, yaitu lagu murratal yang dilantunkan Syaikh Abu Bakar Asy-Syathiri. Suara dan penghayatan Syaikh Abu Bakar Asy-Syathiri ia anggap paling sempurna sehingga membawanya berimajinasi ke tempat-tempat sejuk dan indah yang ada di dunia.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, tokoh Fahri di atas dapat digolongkan ke dalam tipe manusia melancholis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Fahri dalam kutipan di atas dapat digolongkan ke dalam tipe manusia nerves. Hal ini terlihat dari tiga tanda yang dimiliki Fahri. Tanda pertama, yaitu emosionalitas yang kuat. Emosionalitas yang kuat dari dalam diri terlihat saat dia berfantasi tentang dunia indah di dalam lautan dengan ikan-ikan hias dan bebatuan seperti permata di surga. Tanda kedua yang dimiliki Fahri adalah memiliki fungsi primer. Dan tanda ketiga adalah dirinya memiliki aktivitas yang lemah..

Ciri kepribadian manusia tipe melancholis yang terobsesi dengan karya yang paling bagus, paling sempurna, dan mengerti estetika keindahan juga tampak pada kutipan berikut.

Menikmati suasana alam di atas suthuh apartemen sangat menyenangkan. Nun jauh di sana cahaya lampu-lampu dan gedung-gedung dekat sungai Nil tampak berkerlap-kerlip diterpa angin. Sayup-sayup kami mendengar irama musik rakyat mengalun di kejauhan sana. Mungkin ada yang sedang pesta. Alunan itu ditingkahi puja-puji syair sufi. Khas senandung makam delta Nil.

Suasana nyaman ini akan jadi kenangan tiada terlupakan. Dan kelak ketika kami sudah kembali ke Tanah Air, kami pasti akan merindukan suasana malam musim panas di Mesir seperti ini (El Shirazy, 2006:72).

Kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik di atas memperlihatkan bahwa Fahri benar-benar mengagumi suasana keindahan alam, yaitu suasana sungai Nil pada waktu malam hari yang disertai alunan irama musik. Ia akan mengenang suasana tersebut sepanjang hidupnya.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, ciri kepribadian yang dimiliki Fahri dapat digolongkan ke dalam tipe manusia melancholis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Fahri memilki tiga tanda kepribadian tipe manusia nerves, yaitu emosionalitas yang kuat, fungsi primer, dan aktivitas yang lemah.

Emosionalitas yang kuat dalam diri Fahri terlihat saat dia begitu kuat berfantasi tentang irama musik rakyat yang mengalun di kejauhan saat dia dan teman-temannya duduk di atas suthuh apartemen. Fahri berasumsi ada yang sedang pesta disertai puji-puji syair sufi yang menjadi kekhasan senandung makam delta Nil. Fungsi yang terlihat dari dirinya adalah fungsi primer. Dan Aktivitas yang ditunjukkannya adalah aktivitas yang lemah.

Selain kutipan di atas, ciri kepribadian Fahri yang melancholis juga dapat dilihat dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara dramatik berikut.

Yang ada di depanku ini seorang bidadari ataukah manusia biasa? Mahasuci Allah, yang menciptakan wajah seindah itu. Jika seluruh pemahat paling hebat di dunia bersatu untuk mengukir wajah seindah itu tak akan mampu. Pelukis paling hebat pun tak akan bisa menciptakan lukisan dari imajinasinya seindah wajah Aisha. Keindahan wajah Aisha adalah karya seni Mahaagung dari Dia Yang Mahakuasa. Aku benar-benar merasakan saat-saat yang istimewa. Saat-saat untuk pertama kali melihat wajah Aisha (El Shirazy, 2006:214—215).

Dalam kutipan di atas, pengarang kembali memperlihatkan ciri kepribadian Fahri yang melancholis. Fahri mengagumi mahluk ciptaan Allah yang menurutnya paling bagus dan paling sempurna. Ia terobsesi dengan kecantikan Aisha pada saat Aisha membuka cadar yang menutupi wajahnya. Fahri merasa Aisha adalah seorang bidadari tercantik di seluruh dunia. Ia beranggapan tak ada seorang pun yang mampu melukiskan kecantikan wajah Aisha.

Kutipan tentang Fahri di atas, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memperlihatkan ciri kepribadian manusia melancholis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, kutipan tentang Fahri di atas memperlihatkan tiga tanda kepribadian manusia nerves, yaitu emosionalitasnya kuat, berfungsi primer, dan aktivitasnya lemah. Emosi yang kuat dari dalam diri Fahri tergambar dari fantasinya yang begitu kuat tentang wajah Aisha. Dia membayangkan keindahan wajah Aisha sebagai karya seni Mahaagung dari yang Mahakuasa. Menurutnya tidak ada satu pelukis pun yang dapat menciptakan kukisan wajah Aisha. Fungsi yang dimilikinya adalah fungsi primer. Dan aktivitas yang ada dari diri Fahri adalah aktivitas yang lemah.

Dari ketiga kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Fahri, jka digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, berkepribadian melancholis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, berkepribadian nerves. Ciri kepribadian Fahri yang melancholis menurut teori Hipocrates Galenus adalah terobsesi dengan karya yang paling bagus, paling sempurna, dan mengerti estetika keindahan. Dan tanda kepribadian Fahri yang nerves menurut teori Heymans adalah karena adanya emosionalitas yang kuat, fungsi yang primer, dan aktivitas yang lemah.

Ciri kepribadian Fahri lainnya adalah mempunyai disiplin kerja yang tinggi dalam mengatur rumah tangga. Hal ini terlihat ketika dia mengatur urusan rumah tangga. Ternyata Fahri adalah orang yang sangat disiplin dalam bekerja. Urusan sekecil apapun akan diaturnya dengan bijak dan baik. Ciri kepribadian ini digambarkan secara analitik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

Urusan-urusan kecil seperti belanja, memasak dan membuang sampah, jika tidak diatur dengan bijak dan baik akan menjadi masalah. Dan akan mengganggu keharmonisan. Kami berlima sudah seperti saudara kandung. Saling mencintai, mengasihi dan mengerti. Semua punya hak dan kewajiban yang sama. Tidak ada yang diistimewakan. Semboyan kami, baiti jannati. Rumahku adalah surgaku. Tempat yang kami tinggali ini harus benar-benar menjadi tempat yang menyenangkan. Dan sebagai yang paling tua aku bertanggung jawab untuk membawa mereka pada suasana yang mereka inginkan. (El Shirazy, 2006:20).

Kutipan di atas memperlihatkan Fahri yang sangat disiplin dalam bekerja. Dia mengatur semua urusan kecil seperti belanja, memasak, dan membuang sampah dengan bijak dan baik. Baginya, jika pekerjaan rumah tangga tidak diatur dengan bijak dan baik, maka akan jadi masalah dan akan menimbulkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, sikap disiplin kerja yang dimiliki Fahri mencerminkan tipe kepribadian manusia choleris. Selain memiliki disiplin kerja yang tinggi, Fahri memiliki kelebihan tipe manusia choleris, yaitu bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan yang menyiratkan bahwa dia bertanggung jawab atas suasana rumah yang dia dan teman-temannya inginkan. Berbeda halnya jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Fahri dalam kutipan di atas dapat dikatakan sebagai manusia flegmatis. Hal ini terlihat dari tiga tanda manusia flegmatis yang terdapat dari dalam diri Fahri, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Emosionalitas yang dimilikinya adalah emosionalitas yang lemah. Fungsi sekunder yang dimiliki Fahri adalah Fahri merupakan orang yang cinta persahabatan atau setia dalam bersahabat. Aktivitas yang kuat dari diri Fahri adalah suka bekerja. Hal ini tercermin dari perbuatan yang dilakukan Fahri untuk menjaga kenyamanan tempat tinggal.

Pengarang kembali memperlihatkan ciri kepribadian Fahri yang memiliki disiplin kerja yang tinggi. Hal ini terlihat saat dia membagi tugas untuk teman-temannya di hari pernikahannya. Ciri kepribadian ini digambarkan secara analitik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

Ketika fajar Jumat merekah di ufuk timur, aku berkata dalam hati ”inilah hariku.” Tiada sabar rasanya menunggu Ashar tiba. Matahari seperti diganduli malaikat. Hari terasa berat. Waktu sepertinya berjalan begitu lambat.

Usai shalat Subuh teman-teman telah bersiap. Mereka kubagi tugas. Rudi shalat Jumat di Masjid Indonesia menjadi petunjuk jalan bagi Pak Atdikbud. Misbah ke Wisma Nusantara menjadi petunjuk jalan bagi bus yang disediakan untuk teman-teman undangan. Jarak Nasr City-Shubra tidak dekat. Sedangkan Hamdi dan Saiful nanti begitu selesai shalat Jumat langsung ke Shubra. Aku sendiri usai shalat Jumat langsung ke rumah Eqbal Hakan Erbakan (El Shirazy, 2006:225—226).

Tampak dalam kutipan di atas, Fahri selalu disiplin dalam bekerja. Dia sengaja membagi tugas untuk teman-temannya saat menjelang hari pernikahannya.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, kutipan di atas memperlihatkan ciri kepribadian Fahri sebagai orang yang disiplin dalam bekerja. Ciri kepribadian Fahri ini dapat digolongkan sebagai manusia choleris. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, kutipan di atas memperlihatkan Fahri sebagai manusia flegmatis dengan tiga tanda yang dimilikinya, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Emosionalitas yang ada dalam dirinya adalah emosionalitas yang lemah. . Fungsi sekunder yang dimilikinya adalah konsekuen. Hal ini terlihat dari sikapnya yang selalu membagi tugas untuk teman-temannya di saat menjelang hari pernikahannya. Dan aktivitas yang kuat dari diri Fahri ditandai oleh sikapnya yang suka bekerja.

Dari kedua kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Fahri jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, berkepribadian manusia choleris. Dia selalu membagi tugas dalam rumah tangga maupun tugas di luar rumah tangga dengan bijak dan baik. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Fahri berkepribadian manusia flegmatis dengan tiga tanda yang dimilikinya, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, ciri kepribadian choleris Fahri yang lain adalah serius. Dia selalu serius menatap masa depan hidupnya, yaitu serius menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh temannya yang bernama Alicia dan Aisha dengan menerjemahkan buku yang ditulis oleh Prof. Shalabi ke dalam bahasa Inggris. Ciri kepribadian Fahri yang serius ini digambarkan pengarang secara dramatik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

Benar aku terlambat sepuluh menit. Aku minta maaf. Kukeluarkan jawaban atas pertanyaan Alicia yang telah kujilid.

”Semua pertanyaan tentang perempuan dalam Islam saya jawab dalam empat puluh halaman. Pertanyaan lainnya saya jawa dengan menerjemahkan buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Abdul Wadud Shalabi.”

Alicia dan Aisha berdecak kaget dan gembira atas keseriusanku. Aku jelaskan siapa sebenarnya yang menerjemahkan buku Prof. Shalabi ke dalam bahasa Inggris. Sahamku dalam terjemahan itu hanyalah membaca ulang dan mengoreksinya serta menerjemahkan hadis dan melengkapi terjemahan Al Quran yang ditinggalkan Maria. Korektor akhir atas semuanya adalah Syaikh Ahmad Taqiyudin. Lalu kami berdiskusi selama dua jam (El Shirazy, 2006:173).

Kutipan di atas memperlihatkan keseriusan Fahri dalam menanggapi pertanyaan Alicia. Dia menyelesaikan semua pertanyaan yang diberikan Alicia dengan serius melalui menerjemah buku Prof. Shalabi ke dalam bahasa Inggris.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Fahri dalam kutipan di atas memiliki tiga tanda orang flegmatis, yaitu adanya emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Emosionalitas yang dimilikinya adalah emosionalitas yang lemah. Fungsi sekunder yang dimiliki Fahri adalah dia sangat konsekuen pada pekerjaan. Dan aktivitas yang kuat dari diri Fahri tergambar saat dia menjawab semua pertanyaan Alicia tentang perempuan dalam Islam. Pertanyaan ini dijawabnya dalam empat puluh halaman. Sedangkan pertanyaan lain, dijawabnya dengan menerjemahkan buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Abdul Wadud Shalabi. Sikap ini merupakan tanda orang yang aktivitasnya kuat, yaitu suka bekerja.

Ciri kepribadian Fahri yang serius juga terlihat dalam kutipan berikut.

Dan sebagai rasa syukur aku harus kembali memeras otak dan bekerja keras untuk menyelesaikan tesis ini. Pekerjaan yang tidak ringan, sebab aku juga harus menerjemah. Tanpa menerjemah, dari mana sumber penghidupan yang akan aku dapatkan. Aku kembali menata peta hidup dua tahun ke depan. Aku teliti dan aku kalkulasi dengan seksama. Target-target cara pencapaiannya. Ada satu target yang masih mengganjal, yaitu menikah. Umurku sudah 26 tahun menginjak 27.

Aku mengkalkulasi kemampuan mencari dana setiap bulan. Sebelum menulis tesis aku sanggup merampungkan buku setebal 200-300 halaman setiap bulan. Itu berarti aku akan mendapatkan masukan sekitar 250 dolar per bulan dan aku hanya bisa menyisakan 100 dolar dan terkadang malah cuma 50 dolar. Setiap kali masuk toko buku aku tidak bisa menahan diri untuk membeli buku atau kitab. Ketika konsentrasiku terpusat pada menulis tesis maka kemampuanku menerjemah akan berkurang. Mungkin aku hanya akan mampu menerjemah 150-200 halaman saja per bulan. Uang yang aku terima dari menerjemah hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bagaimana? Apakah akan tetap nekad menikah? (El Shirazy, 2006:196).

Tampak dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara dramatik di atas, Fahri begitu serius menatap masa depannya, yaitu memeras otak dan bekerja keras untuk menyelesaikan tesisnya. Dia harus mencari dana dengan menerjemah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya per bulan.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, sikap serius Fahri dalam kutipan di atas juga dapat digolongkan sebagai manusia yang berkepribadian choleris. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Fahri dalam kutipan di atas dapat dikatakan sebagai manusia yang berkepribadian flegmatis, dengan tiga tanda yang dimilikinya, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Emosionalitas yang dimilikinya adalah emosionalitas yang lemah. Fungsi sekunder yang dimiliki Fahri adalah dirinya selalu konsekuen terhadap pekerjaan. Dan aktivitas yang kuat dari dalam diri Fahri dapat dilihat dari sikapnya dalam bekerja. Dia berusaha memeras otak dan bekerja keras untuk menyelesaikan tesisnya. Padahal menyelesaikan tesis tidak dapat dilakukan dengan mudah tanpa memiliki biaya. Untuk itulah Fahri berusaha mencari sumber penghidupan dengan cara menerjemahkan beberapa naskah supaya dapat mencapai keinginannya.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, tokoh Fahri dalam beberapa kutipan tersebut, dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia flegmatis, melancholis, dan choleris. Dia bertipe flegmatis karena memiliki ciri sabar, yaitu sabar saat orang-orang Mesir berkata kasar padanya saat dia membela orang-orang bule untuk duduk di bangku metro. Dia lebih memilih diam dan berpikir bagaimana caranya menaklukkan orang-orang yang bersikap kasar padanya dari pada bersikap sebaliknya. Fahri juga bersikap sabar saat dituduh dan dianiaya oleh pihak kepolisian Mesir yang menuduh dirinya sebagai pemerkosa.

Fahri juga memiliki ciri lain dari kepribadian manusia flegmatis, yaitu tidak mudah terpengaruh dan teguh pendirian saat orang lain mencibiri pekerjaannya dan saat orang lain menyuruhnya mengakui perbuatan pemerkosaan yang ditudingkan padanya. Dia juga teguh pendirian saat istrinya (Aisha) membujuknya untuk menyuap keluarga Noura yang telah menuduhnya melakukan pemerkosaan terhadap Noura.

Selain memiliki kepribadian flegmatis, Fahri juga memiliki kepribadian melancholis, dengan ciri kepribadian manusia melancholis, yaitu terobsesi dengan karya yang paling bagus, paling sempurna, dan mengerti estetika keindahan. Dia terobsesi dengan suara murattal Syaikh Abu Bakar Asy-Syathiri yang membawanya berimajinasi terbang ke tempat-tempat sejuk. Dia juga juga terobsesi dengan suasana Sungai Nil pada malam hari. Selain itu, dia juga terobsesi pada kecantikan wajah Aisha yang menurutnya di dunia ini tidak ada orang yang dapat melukiskan kecantikan wajah Aisha dengan sempurna kecuali Allah.

Fahri juga bertipe choleris, karena dia sangat disiplin dalam bekerja, baik dalam rumah tangga maupun pekerjaan lain. Dia mengatur semuanya dengan bijak dan baik. Selain disiplin dalam bekerja, Fahri juga sangat serius dalam menatap masa depan hidupnya. Dia berpikir serius ketika ada orang yang mengajukan pertanyaan tentang wanita dalam Islam, dan dia juga serius mengkalkulasi dana setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memeras otak dan bekerja keras.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Fahri dapat digologkan sebagai manusia yang berkepribadian flegmatis dan nerves. Dia dapat dikatakan sebagai manusia yang flegmatis karena tiga tanda, yaitu memiliki emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Emosionalitas yang ada dalam diri Fahri adalah emosionalitas yang lemah. Fungsi sekunder yang dimilikinya ditandai dengan sikapnya yang konsekuen, taat kepada adat, dan cinta pada persahabatan Aktivitas yang kuat dalam diri Fahri ditandai dengan sikapnya yang tidak mudah putus asa dan suka bekerja.

Fahri juga dapat dikatakan sebagai kepribadian manusia yang berkepribadian nerves menurut teori Heymans adalah karena adanya emosionalitas yang kuat, fungsi yang primer, dan aktivitas yang lemah. Emosionalitas yang kuat dalam dirinya ditandai oleh fantasinya yang kuat.

2) Maria

Kepribadian tokoh Maria dalam Novel Ayat-ayat Cinta, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus yang disoroti lewat cairan dalam tubuh, dan tipe kepribadian Heymans, yang disoroti lewat temperamen, tidak digambarkan pengarang secara jelas.

3) Aisha

Penggambaran kepribadian tokoh Aisha dilakukan secara analitik dan dramatik. Kepribadian tokoh Aisha dalam Novel Ayat-ayat Cinta tidak terlalu jelas digambarkan pengarang. Namun, ada dua kutipan yang menyatakan kepribadian Aisha yang jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memiliki tipe manusia flegmatis, yaitu Aisha memiliki ciri kepribadian yang tenang. Hal ini digambarkan pengarang secara analitik, sebagaimana terlihat dalam kutipan di bawah ini.

Setelah pembicaraan berlangsung lama, rasa canggung tidak lagi menjadi penghalang untuk mengungkapkan segala yang ingin diungkapkan. Aku bahkan tidak perlu malu, dan dengan penuh keterus-terangan membuka kemampuanku mencari nafkah saat ini. Andalanku adalah terjemahan. Dan karena sedang konsentrasi menulis tesis, aku tidak bisa menerjemah sebanyak kemarin. Aku jelaskan nominal yang kira-kira masuk tiap bulan. Itu pun terkadang terlambat pembayarannya. Juga uang yang aku punya saat ini.

Aisha menjawab tenang,

Alhamdulillah aku sudah mempelajari sifat perempuan jawa. Aku sangat kagum pada mereka. Mereka adalah perempuan yang sangat setia, dan peduli pada keluarga.di Jawa seorang istri terlibat sepenuhnya dalam masalah keluarga. Istri ikut memikirkan bagaimana dapur mengepul. Perempuan jawa bisa hidup sederhana. Seperti fatimah Zahra putri rasulullah bisa hidup sangat sederhana, yang mengambil air dan membuat roti sendiri. Padahal dia putri seorang Nabi Agung. Aku siap untuk hidup seperti Fatimah zahra (El Shirazy, 2006:217).

Kutipan di atas menunjukkan ciri kepribadian flegmatis yang dimiliki Aisha, yaitu tenang pada saat Fahri, calon suaminya, mengungkapkan segala kemampuan dan kelemahannya mencari nafkah. Aisha tampak tenang karena dia telah banyak belajar tentang perempuan Jawa yang juga ikut terlibat sepenuhnya dalam masalah keluarga. Dia siap menjadi Fatimah Zahra, purti Rasulullah yang Agung, yang hidup sederhana.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, tokoh Aisha dalam kutipan di atas dapat digolongkan ke dalam tipe manusia sanguinis karena memiliki tiga tanda. Tanda pertama, yaitu Aisha memiliki emosionalitas yang lemah. Tanda kedua, Aisha memiliki fungsi primer. Dan tanda ketiga, Aisha memiliki aktivitas yang kuat. Aktivitas yang kuat dari diri Aisha tergambar saat dia mengatasi kesulitan hidup yang diungkapkan oleh fahri. Aisha dengan mudah mengatasi kesulitan ini karena dia sudah banyak belajar tentang sifat perempuan jawa.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, ciri lain dari kepribadian flegmatis yang dimiliki Aisha adalah teguh pendirian. Hal ini digambarkan pengarang secara dramatik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

Aisha terisak, ”Aku juga sangat mencintaimu. Kau besarkanlah jiwamu. Suamiku, aku berada di sampingmu. Aku tidak akan termakan tuduhan jahat itu. Aku yakin akan kesucianmu. Kalau seandainya kau mengizinkan, aku ingin di penjara bersamamu agar aku bisa menyediakan sahur dan buka untukmu (El Shirazy, 2006:325).

Tampak dalam kutipan di atas, Aisha bersikap teguh pendirian atas tuduhan yang dituduhkan pada suaminya. Dia tidak termakan tuduhan jahat yang dikatakan orang lain pada suaminya.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, gambaran kepribadian Aisha dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa dirinya memiliki tipe kepribadian manusia nerves. Hal ini dapat dilihat dari tiga tanda kepribadian manusia nerves yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya kuat. Emosionalitas yang kuat, yang dimiliki oleh Aisha terlihat dari sikapnya yang lekas memihak. Dalam kutipan di atas, Aisha lekas memihak pada suaminya yang menyangkal tuduhan pemerkosaan. Dia percaya penuh bahwa suaminya tidak mungkin melakukan perbuatan itu. Kedua, berfungsi primer, dan ketiga, aktivitasnya lemah.

Dari kedua kutipan di atas, dapat disimpukan bahwa Aisha jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memiliki tipe kepribadian manusia flegmatis. Dia dapat menghadapi kehidupan yang diungkapkan oleh calon suaminya dengan tenang. Dia merasa dapat menghadapi semua keluhan calon suaminya dengan cara menjadi Fatimah Zahra, purti Rasulullah yang Agung, yang hidup sederhana. Aisha juga memiliki sikap yang teguh pendirian untuk tetap percaya pada suaminya ketika semua tuduhan tentang pemerkosaan dilimpahkan pada suaminya adalah tidak benar.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, kedua kutipan di atas memperlihatkan Aisha sebagai manusia yang berkepribadian sanguinis dan nerves. Aisha dapat dikatakan sebagai manusia sanguinis karena tiga tanda, yaitu adanya emosionalitas yang lemah, fungsi primer, dan aktivitas yang kuat, yang ditandai dengan sikapnya yang mudah mengatasi kesulitan.

Aisha juga dapat dikatakan sebagai manusia nerves, karena tiga tanda manusia nerves yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya kuat. Emosionalitas yang kuat, yang dimiliki oleh Aisha terlihat dari sikapnya yang lekas memihak.

4) Bahadur

Penggambaran kepribadian tokoh Bahadur dalam novel Ayat-ayat Cinta dilakukan secara analitik dan dramatik.

Bahadur dalam novel ini sangat jelas digambarkan pengarang sebagai seorang tokoh yang garang. Sifat Bahadur yang garang ini dilukiskan pengarang secara analitik sesuai kutipan berikut.

Ayah Noura yang bernama Bahadur itu memang keterlaluan. Bicaranya kasar dan tidak bisa menghargai orang. Seluruh tetangga di apartemen ini dan masyarakat sekitar jarang ada yang mau berurusan dengan Si Hitam Bahadur. Kulitnya memang hitam meskipun tidak sehitam orang Sudan. Hanya kami yang mungkin masih sesekali menyapa jika berjumpa. Itu pun kami terkadang merasa jengkel juga, sebab jika disapa ekspresi wajah Bahadur tetap dingin seperti algojo kulit hitam yang berwajah batu. Sejak kami tinggal di apartemen ini belum pernah Si Muka Dingin Bahadur tersenyum pada kami. Kalau suara tawanya yang terbahak-bahak seperti setan memang sering kami dengar (El shirazy, 2006:74).

Tampak kutipan di atas memperlihatkan sifat Bahadur yang garang. Dia sering bicara kasar dan tidak bisa menghargai orang. Hal ini membuat dirinya jarang disapa oleh tetangganya. Selain itu, dia juga memiliki ekspresi wajah yang dingin seperti algojo kulit hitam yang berwajah batu, yang membuat orang jengkel dan takut padanya jika bertemu.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, sifat Bahadur yang garang itu mencerminkan tipe kepribadian manusia choleris. Dia selalu menunjukkan wajah dingin pada siapa saja ketika ada orang yang menyapanya saat berjumpa.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, kutipan di atas memperlihatkan Bahadur yang berkepribadian nerves. Hal ini terlihat dari tiga tanda manusia nerves yang dimiliki Bahadur, yaitu emosionalitas yang kuat, fungsi primer, dan aktivitas yang lemah. Emosionalitas yang kuat, yang ada dalam diri Fahri dapat dilihat dari sifatnya yang mudah marah.

Pengarang kembali mengomentari kelakuan Bahadur yang garang ketika dia menyeret putrinya, Noura, saat tidur di rumah salah satu temannya di Thakanat Maadi. Menurut teori kepribadian Hipocrates Galenus, sikap Bahadur yang garang tetap digolongkan sebagai manusia yang berkepribadian choleris. Sedangkan menurut teori Heymans, sikap Bahadur ini tetap digolongkan sebagai manusia yang berkepribadian nerves.

Kelakuan Bahadur menyeret Noura digambarkan pengarang secara dramatik melalui percakapan antara Fahri dan Maria. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah sebagai berikut.

”Di Cairo ini dia tidak memiliki siapa-siapa selain keluarga yang telah mengusirnya. Dia masih punya paman dan bibi. Tapi sangat jauh, di Mesir Selatan, dekat Aswan sana. Tepatnya di daerah Naq El-Mamariya yang terletak beberapa puluh kilo di sebelah selatan luxor. Bahadur dan istrinya, yaitu Madame Syaima berasal dari sana. Tapi Noura tidak bisa ke sana dan sudah tidak ingat lagi jalannya. Ia tidak bisa sendirian ke sana,” jawab Maria.

”Teman sekolahnya?” tanyaku.

”Kami sudah memberikan saran itu padanya. Tapi Noura tidak mau. Ia ingin pergi ke tempat yang tidak akan ditemukan ayah dan kedua kakaknya sementara waktu. Seluruh rumah temannya telah diketahui ayahnya. Ia pernah diseret ayahnya saat tidur di rumah salah seorang temannya di Thakanat Maadi. Itu akan membuatnya malu pada setiap orang. Begitu katanya” (El Shirazy, 2006:81—82).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Bahadur begitu garang terhadap anaknya, Noura. Tindakan Bahadur itu membuat Noura pergi dari rumahnya, karena Bahadur pernah menyeretnya saat tidur di rumah temannya sehingga Noura merasa malu.

Sifat Bahadur yang garang juga digambarkan pengarang secara dramatik dalam kutipan berikut.

”Dia benar-benar anak pelacur sial! Dia benar-benar anak setan! Anak tak tahu diuntung. Kalau sampai tampak batang hidungnya akan kurajah-rajah mukanya biar tahu rasa!” (El Shirazy, 2006:123).

Tampak dalam kutipan di atas sifat Bahadur yang garang tercermin dari kata-kata kasar yang diucapkannya. Dia mengatakan anaknya sendiri sebagai anak pelacur sial yang tak tahu untung. Bahadur akan berbuat semena-mena pada anak yang tidak menuruti kemauannya.

Sifat garang Bahadur juga tampak dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara dramatik di bawah ini.

”Hai Boutrus, tunggu!”

Kami semua menoleh ke asal suara. Si Muka Dingin datang dengan tergopoh.

”Di mana Noura kausembunyikan, Boutrus?”

Kami berpandangan. Si Muka Dingin telah berdiri di dekat Tuan Boutrus. Dengan tenang Tuan Boutrus menjawab, ”Apa saya tidak memiliki urusan yang lebih penting dari mengurusi anakmu, heh?”

”Kau pasti tahu di mana Noura berada?”

”Siapa yang peduli dengan anakmu?”

”Malam itu sebelum tidur Mona melihat Maria turun menghibur Noura di jalan. Kalian pasti tahu sekarang di mana Noura berada!”

”Malam itu malam apa? Aku tidak tahu! Kalau begitu tanya saja Maria. Jangan tanya aku!”

”Hai Maria bicara kau! Kalau tidak kusumpal mulutmu dengan sandal!” si Muka Dingin menyalak keras seperti anjing (El Shirazy, 2006:124—125).

Kutipan di atas memperlihatkan sifat garang Bahadur saat dia bertanya pada keluarga Maria tentang keberadaan anaknya, Noura. Karena Tuan Boutrus, ayah Maria, tidak mau memberitahu keberadaan Noura, maka dia bertanya pada Maria dengan kata-kata kasar. Dia ingin menyumpal mulut Maria jika Maria juga tidak mau berbicara tentang keberadaan Noura.

Dari beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian kepribadian Hipocrates Galenus, tipe kepribadian manusia choleris, dengan ciri garang dan lekas marah. Hal ini terbukti dari ucapan kasar yang keluar dari mulut Bahadur dan juga dari tindakannya kasar pada anaknya sendiri. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Bahadur memiliki tipe kepribadian nerves, dengan tiga tanda, yaitu emosionalitasnya kuat, berfungsi primer, dan aktivitasnya lemah. Emosionalitas yang kuat, yang ada dalam diri Fahri dapat dilihat dari sifatnya yang mudah marah.

Dengan demikian, Bahadur dengan ciri manusia choleris, yaitu lekas marah dan dengan tanda manusia nerves yaitu memiliki emosionalitas yang kuat (mudah marah), fungsi primer, dan aktivitas yang lemah, tepat dikatakan sebagai tokoh antagonis.

4.1.2 Sinopsis Novel Ketika Cinta Bertasbih

Novel Ketika Cinta Bertasbih ini mengisahkan kehidupan seorang pemuda bernama Khairul Azzam atau biasa dipanggil Azzam yang hidup di Mesir selama sembilan tahun. Dia adalah mahasiswa S1 di Al Azhar. Selain menjadi mahasiswa, Azzam berprofesi sebagai seorang penjual tempe dan bakso yang cukup dikenal orang-orang Indonesia di Mesir.

Suatu hari Azzam melakukan kontrak kerja dengan Eliana, gadis cantik, anak Duta Besar RI untuk Mesir, sebagai tukang masak dalam acara “Pekan Promosi Wisata dan Budaya Indonesia” di Alexandria, yang diadakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Diam-diam, Azzam mengagumi Eliana. Karena selain berwajah cantik, Eliana juga merupakan gadis yang pintar. Namun, rasa kagum Azzam hilang karena ternyata Eliana bukanlah gadis yang shaleha. Lagi pula, Eliana sudah menaruh perasaan pada laki-laki lain, yaitu Furqan, teman baik Azzam sendiri.

Pak Ali, sopir pribadi Eliana, menganjurkan kepada Azzam supaya dirinya melamar gadis shaleha yang bernama Anna Althafunnisa. Sayangnya, Anna sudah dilamar oleh laki-laki lain. Dan laki-laki itu adalah Furqan. Azzam begitu iri pada Furqan yang memiliki segala-galanya, bahkan Furqan juga sudah menjadi tunangan Anna. Azzam kecewa. Akan tetapi, rasa kecewanya membuat Ia bangkit untuk terus berusaha menjadi yang terbaik bagi keluarganya di Indonesia.

Setelah menyelesaikan program S1-nya, Azzam pun pulang ke Indonesia. Dia membuka usaha bakso. Karena jualan baksonya cukup terkenal dan memberikan peluang rezeki yang melimpah, Azzam pun akhirnya membuka beberapa warung bakso, dan akhirnya jadilah dia sebagai pengusaha bakso yang cukup sukses.

Mengingat umurnya yang sudah cukup dewasa, Azzam berniat untuk menikah. Dia teringat pada Anna. Namun sayang, Anna telah menjadi istri Furqan. Dia mencari wanita shaleha lain. Dari perempuan yang bernama Mila hingga Seila telah ditemuinya, namun tak ada satu pun yang cocok di hatinya. Akhirnya, dia bertemu dengan gadis yang bernama Vivi. Dia merasa cocok dengan Vivi. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk menikah dengan Vivi. Hari pernikahan pun telah ditentukan dan hanya menunggu beberapa hari lagi. Namun, musibah datang tak terduga. Azzam dan Ibunya mengalami kecelakaan yang tragis.

Ibunya meninggal dalam kecelakaan itu. Dia sendiri mengalami patah kaki. Azzam sangat kecewa akan keadaan dirinya sendiri. Akhirnya dia membatalkan pernikahannya dengan Vivi, karena selama dia dalam proses pemulihan, Vivi telah dilamar pria lain. Berkat sikapnya yang tidak mudah putus asa, Azzam pun bangkit kembali untuk memulai hidup barunya. Patah kakinya telah sembuh. Dia dapat berjalan tanpa bantuan siapapun. Dia bertekad untuk menikah. Dia datang ke pesantren yang didirikan Kiai Lutfi, berharap akan menemukan jodohnya di sana.

Azzam ditawari Kiai Lutfi untuk menikah dengan seorang “janda kembang”. Janda kembang itu adalah Anna. Anna menjadi janda karena bercerai dengan Furqan. Azzam menerima tawaran itu. Anna pun bersedia menjadi istri Azzam. Akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia.

4.1.2.1 Kepribadian Tokoh dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih

Tokoh utama dalam novel Ketika Cinta Bertasbih ini adalah Khairul Azzam, Furqan, dan Anna Althafunnisaa. Dalam hal ini, peneliti hanya menganalisis tokoh utama saja, karena di dalamnya tidak terdapat tokoh antagonis.

Untuk melihat kepribadian para tokoh di atas, dapat kita lihat dari ciri kepribadian yang telah dipilih peneliti, yaitu berdasarkan atas teori kepribadian Hipocrates Galenus dan teori kepribadian Heymans.

Menurut Hipocrates Galenus, ciri kepribadian manusia terbagi atas empat tipe berdasarkan cairan dalam tubuh, yaitu sanguinis, melancholis, choleris, dan flegmatis. Dan tipe kepribadian Heymans meliputi delapan tipe, di antaranya nerves, choleris, gepasioner, sentimentil, amorph, sanguinis, flegmatis, dan apatis. Delapan tipe ini masing-masing memiliki tiga tanda yang berbeda, baik dari segi emosi, fungsi, dan aktivitas.

4.1.2.2 Kepribadian Tokoh Berdasarkan Teori Hipocrates Galenus dan Teori Heymans

1) Khairul Azzam

Penggambaran kepribadian tokoh Khairul Azzam dalam novel Ketika Cinta Bertasbih dilakukan secara analitik dan dramatik. Penggambaran tokoh Khairul Azzam yang dilakukan secara analitik menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang pemuda yang terobsesi dengan karya yang paling bagus, paling sempurna, dan mengerti estetika. Dalam hal ini, Khairul Azzam terobsesi dengan keindahan pemandangan laut Mediterania. Laut yang menjadi saksi sejarah atas terjadinya peristiwa-peristiwa besar yang menggetarkan dunia. Khairul azzam berangan sejarah kehidupannya dapat dicatat di laut Mediterania. Dia pun menikmati keindahan alam yang telah diciptakan Tuhan di bumi para nabi tersebut.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, yang berprinsip pada cairan dalam tubuh manusia (phisis), sikap Khairul Azzam yang terobsesi dengan karya yang paling bagus, paling sempurna, dan mengerti estetika, dapat digolongkan ke dalam tipe manusia melancholis. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut.

Ia terus memandang ke laut Mediterania. Laut itu telah menjadi saksi sejarah atas terjadinya peristiwa besar yang menggetarkan dunia. Perang besar yang berkobar karena memperebutkan cinta Ratu Cleopatra terjadi di laut itu. Pertemuan bersejarah yang diabadikan dalam Al Quran antara nabi Musa dan nabi Khidir, konon, juga terjadi di salah satu pantai laut Mediterania itu.

”Laut yang indah, penuh nilai sejarah,” lirihnya pada dirinya sendiri. ”Akankah aku mencatatkan sejarahku di pantai laut ini?” Ia berkata begitu karena nanti malam ada jadwal makan malam bersama seluruh satf KBRI di Pantai El Muntazah. Ia yakin akan bertemu lagi dengen Eliana di sana.

Matahari terus berjalan mendekati peraduannya. Sinarnya yang kuning keemasan kini mulai bersulam kemerahan. Ombak datang silih berganti seolah menyapa dan menciumi pasir-pasir pantai yang putih nan bersih. Terasa damai dan indah. Menyaksikan fenomena alam yang indah itu Azzam bertasbih, ”Subhanallah, Maha suci Allah yang telah menciptakan alam seindah ini.” (El Shirazy, KCB 1, 2007:40).

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, tokoh Khairul Azzam dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik di atas, dapat digolongkan ke dalam tipe manusia nerves. Hal ini dapat diketahui dari tiga tanda manusia nerves yang dimiliki Kahirul Azzam, yaitu emosionalitasnya kuat, memiliki fungsi primer, dan aktivitas yang lemah. Emosionalitas Khairul Azzam yang kuat ditandai dengan fantasinya yang kuat terhadap pemandangan laut Mediterania yang telah banyak mencatat peristiwa besar dalam sejarah kehidupan.

Kepribadian Kahirul Azzam yang jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus adalah melancholis, dan jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans adalah nerves, juga dapat dilihat dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik berikut.

Mereka berdua berjalan tergesa ke luar hotel. Tepat di depan pintu hotel Pak Ali telah menunggu dengan mobil BMW hitam. Petugas hotel membukakan pintu mobil. Azzam duduk di depan, di samping Pak Ali dan Eliana duduk di bangku belakang. Eliana memberi instruksi kepada Pak Ali agar membawa ke kedai penjual bumbu secepat mungkin. Pak Ali langsung tancap gas melintas di El Ghaish Street menuju ke arah pusat perbelanjaan di kawasan El Manshiya. Azzam menikmati perjalanan itu dengan hati nyaman dan bahagia. Meskipun sebenarnya ia sangat lelah, namun rasa bahagia itu mampu mengatasi rasa lelahnya. Entah kenapa ia merasa malam itu terasa begitu indah. Berjalan di sepanjang jalan utama kota Alexandria dengan mobil mewah bersama seorang Putri Duta Besar yang pualam. Ia merasa kebahagiaan itu akan sempurna jika mobil BMW itu adalah miliknya, ia sendiri yang mengendarainya dan Eliana duduk di sampingnya sebagai istrinya dengan busana Muslimah yang anggun memesona (El Shirazy, KCB 1, 2007:51).

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Khairul Azzam dalam kutipan di atas dapat dikatakan sebagai manusia melancholis karena dia terobsesi dengan kecantikan wajah Putri Duta Besar Republik Indonesia untuk Mesir, yaitu Eliana. Dia merasa perjalanan dengan menggunakan mobil BMW bersama Eliana merupakan perjalanan yang dapat membuat hatinya bahagia.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Khairul Azzam dapat dikatakan sebagai manusia yang berkepribadian nerves karena adanya tiga tanda yang dimiliki manusia nerves dalam dirinya, yaitu emosionalitas yang kuat, fungsi primer, dan aktivitas yang lemah. Emosionalitas Khairul Azzam yang kuat ditandai dengan fantasinya yang kuat terhadap situasi yang dirasakannya saat dia duduk dalam sebuah mobil BMW yang mewah bersama gadis cantik bernama Eliana. Khairul Azzam merasakan kebahagiaan yang dirasakannya saat duduk bersama Eliana akan lebih sempurna jika mobil BMW itu adalah miliknya, dia sendiri yang mengendarainya dan Eliana duduk di sampingnya sebagai istrinya dengan busana Muslimah yang anggun mempesona.

Dari kutipan di atas, jelas sekali bahwa Khairul Azam adalah tokoh yang terobsesi dengan mobil BMW mewah dan gadis cantik bernama Eliana karena keduanya adalah karya yang paling bagus dan sempurna, sehingga dapat dikatakan Khairul Azzam adalah pemuda yang mengerti estetika.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Khairul Azzam dalam dua kutipan tersebut dapat disimpulkan sebagai manusia yang berkepribadian melanholis. Ciri kepribadian Khairul Azzam yang melancholis adalah terobsesi dengan karya yang paling bagus, paling sempurna, dan mengerti estetika keindahan. Dan jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian kepribadian Heymans, Khairul Azzam dapat disimpulkan sebagai manusia yang berkepribadian nerves, karena tiga tanda yang dimilikinya sebagai manusia nerves, yaitu emosionalitas yang kuat, fungsi primer, dan aktivitas yang lemah.

Ciri kepribadian lainnya yang dimiliki Khairul Azzam adalah mempunyai sikap yang teguh pendirian. Ciri kepribadian Khairul Azzam yang teguh pendirian digambarkan pengarang secara dramatik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

”Setiap orang punya prinsip. Dan prinsip seseorang itu biasanya berdasar pada apa yang diyakininya. Iya kan Mbak?” kata Azzam mengawali jawabannya.

”Iya.” Kata Eliana sambil menganggukkan kepala. Saat itu ia sama sekali tidak memandang Azzam sebagai tukang masak, tapi memandang Azzam sebagai seorang mahasiswa yang memiliki satu sikap dan pendirian.

”Saya juga memiliki prinsip. Prinsip hidup. Prinsip hidup saya itu saya dasarkan pada Islam. Sebab saya paling yakin dengan ajaran Islam. Diantara ajaran Islam yang saya yakini adalah ajaran tentang menjaga kesucian. Kesucian lahir dan kesucian batin. Kenapa dalam buku-buku fiqih pelajaran pertama pasti tentang thaharah. Tentang bersuci. Adalah agar pemeluk Islam senantiasa menjaga kesucian lahir dan batin. Di antara kesucian-yang dijaga oleh islam adalah kesucian hubungan antara pria dan wanita.islam sama sekali tidak merperbolehkan ada persentuhan intim antara pria dan wanita kecuali itu adalah suami istri yang sah. Dan ciuman gaya Prancis itu bagi saya sudah termasuk kategori sentuhan sangat intim. Yang dalam islam tidak boleh dilakukan kecuali oleh pasangan suami istri. Ini demi menjaga kesucian. Kesucian kaum pria dan kaum wanita (El Shirazy, KCB 1, 112—113).

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, sikap Khairul Azzam yang teguh pendirian dalam kutipan di atas dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia flegmatis. Sikap Khairul Azzam yang teguh pendirian terlihat saat dia menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Eliana tentang ciuman gaya Prancis yang akan diberikan Eliana padanya. Khairul Azzam memegang teguh keyakinannya. Dia tidak mau menerima ciuman dari Eliana karena dia meyakini prinsip hidup yang dianutnya, yaitu prinsip yang berdasar pada ajaran Islam untuk menjaga kesucian diri. Kesucian lahir dan batin. Termasuk menjaga dirinya dari ciuman gaya Prancis. Sikapnya yang teguh pendirian juga dapat dilihat dari pernyataan dalam kutipan di atas yang ditunjukkan oleh pandangan Eliana saat mendengar jawaban Khairul Azzam tentang ciuman gaya Prancis. Eliana memandang Khairul Azzam sebagai seorang mahasiswa yang memiliki sikap dan pendirian.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Khairul Azzam dalam kutipan tersebut memiliki tipe kepribadian manusia apatis. Dikatakan demikian karena dirinya memiliki tiga tanda manusia apatis, yaitu emosionalitasnya lemah, berfungsi sekunder, dan aktivitasnya lemah. Fungsi sekunder yang ada dalam dirinya ditandai dengan taat kepada adat. Adat yang ditaati oleh Khairul Azzam adalah adat yang tidak merperbolehkan adanya persentuhan intim antara pria dan wanita kecuali itu adalah suami istri yang sah. Dan ciuman gaya prancis itu bagi Khairul Azzam sudah termasuk kategori sentuhan sangat intim yang sudah melanggar adat dalam Islam.

Ciri kepribadian Khairul Azzam yang teguh pendirian juga dapat dilihat dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara dramatik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

”Apa Mbak mencintai kakak saya?”

Azzam dan Husna kaget mendengar kalimat yang meluncur dari mulut Lia. Sementara Eliana kaget sesaat namun langsung bisa menguasai dirinya. Dengan menunduk dia berkata, ”Sejak di Alexandria dulu, ketika aku mau memberinya ciuman dan dia tidak mau. Dia bersikukuh memegang teguh prinsip-prinsip Islam yang diyakininya aku tahu kakakmu ini orang yang berkarakter dan berjiwa. Sejak itu aku sudah mencintainya. Tapi aku gengsi untuk menyampaikan padanya.” (El Shirazy, KCB 2, 370).

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Khairul Azzam dengan sikapnya yang teguh pendirian dalam kutipan di atas, juga dapat digolongkan ke dalam tipe manusia flegmatis. Sikap teguh pendirian yang dimiliki Khairul Azzam terlihat dari pernyataan yang diucapkan Eliana tentang dirinya yang tidak mau menerima ciuman yang akan diberikan padanya. Azzam bersikukuh memegang teguh prinsip-prinsip Islam yang diyakininya, sehingga dia dapat dikatakan sebagai pemuda yang teguh pendirian.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Khairul Azzam dalam kutipan di atas dapat dikatakan sebagai manusia yang bekpribadian apatis. Dikatakan demikian, karena dirinya memiliki tiga tanda manusia apatis, yaitu emosionalitasnya lemah, berfungsi sekunder, dan aktivitasnya lemah. Fungsi sekunder yang ada dalam dirinya ditandai dengan taat kepada adat. Adat yang ditaati oleh Khairul Azzam adalah memegang teguh dan meyakini prinsip-prinsip Islam, yang tidak memperbolehkan pria dan wanita berciuman jika belum menjadi yang halal bagi keduanya.

Selain memiliki ciri kepribadian teguh pendirian, yang jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia flegmatis, Khairul Azzam juga memiliki ciri lain dari kepribadian manusia flegmatis, yaitu sabar. Kutipan yang menggambarkan Khairul Azzam sebagai pemuda yang sabar dapat dilihat dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

Azzam lalu minta diri. Dalam perjalanan ke rumahnya ia meneteskan air mata. Ia berusaha tegar dan sabar. Namun, setegar-tegarnya ia adalah manusia biasa yang memiliki air mata. Ia buka robot yang tidak memiliki perasaan apa-apa. Ia mengusap air matanya. Ia tidak bisa menyalahkan siapa saja jika ada yang meremehkannya. Karena memang kenyataannya ia belum juga lulus. Ia berusaha meneguhkan hatinya bahwa hidup ini terus bergulir dan berproses (El Shirazy, KCB 1,2007:120—121).

Tampak dalam kutipan di atas Khairul Azzam terlihat sebagai pemuda yang sabar dalam menghadapi persoalan hidup yang dihadapinya. Ia berusaha untuk tetap tegar dan sabar.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, ciri kepribadian Khairul Azzam yang sabar dapat digolongkan ke dalam tipe manusia flegmatis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Khairul Azzam dalam kutipan di atas terlihat sebagai seorang pemuda yang memiliki kepribadian manusia sanguinis, karena dia memiliki tiga tanda manusia sanguinis, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi primer, dan aktivitas yang kuat. Aktivitas yang kuat dari diri Khairul Azzam ditandai dengan perbuatannya yang tidak mudah putus asa ketika menghadapi persoalan hidup. Khairul Azzam lebih berusaha meneguhkan hatinya bahwa hidup ini terus bergulir dan berproses.

Gambaran ciri kepribadian Khairul Azzam yang sabar juga terlihat dalam kutipan berikut.

Ia terus melangkah menuju mushala. Ada yang menyesak dalam dada. Kabar adanya ceramah Dr. Yusuf Al Qardharawi yang datang dari Qatar bersama Dr. Murad Wilffred Hofmann di Heliopolis membuncahkan keinginannya untuk hadir, tapi ia merasa itu sulit. Ulu hatinya sangat tertusuk paku. Pedih dan ngilu. Ia harus bersabar dengan pekerjaan rutinnya mengantar tempe ke beberapa tempat. Masakin Ustman, Abbas Aqqad, dan Hay El Thamin. Paling cepat selesai jam sembilan malam. Ia tidak mungkin mengejar ke Heliopolis.

Matanya berkaca-kaca. Ada yang terasa menyesak dalam dada. Sebenarnya sangat ingin ia bertemu langsung dengan Dr. Yusuf Al Qardharawi. Ulama jebolan Al Azhar yang sangat brilian pemikiran-pemikirannya. Ia juga sangat ingin bertemu Prof. Dr. Murad Wilffred Hofmann. Bukunya berjudul Islam fil Alfiyyah Ats Tsalitsah atau Islam di Millenium Ketiga, yang sempat ia baca dua puluh lima halaman saja itu sangat mengesan di hatinya dan ia harus menelan rasa pahit. Keinginannya sesungguhnya sangat besar itu harus ia simpan rapat-rapat di dalam satu ruang mimpinya (El Shirazy, KCB 1, 2007:175—176).

Tampak dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik di atas, Khairul Azzam terlihat sangat sabar akan keadaan dirinya. Ia harus merelakan kesempatan untuk bertemu dengan orang yang dikaguminya, karena ia harus menyelesaikan pekerjaan rutinnya, yaitu mengantar tempe ke beberapa tempat. Keinginannya yang sangat besar untuk bertemu dengan Dr. Yusuf Al Qardharawi dan Prof. Dr. Murad Wilffred Hofmann disimpannya rapat-rapat dalam satu ruang mimpinya.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus dan tipe kepribadian Heymans, Khairul Azzam dalam kutipan di atas, dapat digolongkan ke dalam tipe manusia flegmatis. Menurut teori Hipocrates Galenus, Khairul Azzam dapat dikatakan sebagai manusia flegmatis karena dia memiliki ciri kepribadian manusia flegmatis, yaitu sabar. Menurut teori Heymans, Khairul Azzam dalam kutipan di atas dapat dikatakan sebagai manusia flegmatis, karena dia memiliki tiga tanda orang-orang flegmatis, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Emosionalitas yang dimilikinya adalah emosionalitas yang lemah. Fungsi sekunder yang dimilikinya, yaitu konsekuen terhadap pekerjaannya untuk mengantar tempe ke beberapa tempat. Khairul Azzam memiliki aktivitas yang kuat karena dirinya adalah orang yang tidak mudah putus asa dalam menghadapi persoalan hidup. Dia memilih untuk tetap bersabar dan menyelesaikan pekerjaannya dari pada mengejar keinginannya untuk bertemu Dr. Yusuf Al Qardharawi dan Prof. Dr. Murad Wilffred Hofmann yang sangat dinginkannya.

Pengarang kembali memperlihatkan ciri kepribadian Khairul Azzam yang sabar. Ciri kepribadian ini digambarkan pengarang secara analitik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

Nanang beranjak menuju komputer yang ditinggalkannya. Sementara Azzam mengganti bajunya dengan kaos, dan celana panjangnya dengan sarung. Lalu rebahan di atas kasur. Ia ingin mengendurkan otot-ototnya barang beberapa menit. Sebab sore ini juga ia harus langsung menggarap kedelainya untuk mulai diproses menjadi tempe. Lalu nanti malam setelah shalat Isya ia harus mulai menggarap daging sapinya untuk dijadikan bakso.

Dalam kondisi seletih apapun, ia harus tetap sabar dan tegar melakukan itu semua. Jika tidak, ia takkan hidup layak, juga adik-adiknya di Indonesia. Namun, karena sudah biasa, itu semua sudah tak lagi menjadi sesuatu yang berat baginya (El Shirazy, KCB 1, 2007:211).

Tampak dalam kutipan di atas, tokoh Khairul Azzam digambarkan pengarang sebagai tokoh yang sabar dalam mengahadapi pekerjaannya, yaitu membuat tempe. Jika dia tidak bersabar, maka ia dan keluarganya di Indonesia tidak akan hidup layak.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, tokoh Khairul Azzam dengan ciri kepribadiannya yang sabar dalam kutipan di atas, dapat digolongkan sebagai manusia flegmatis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian kepribadian Heymans, tokoh Khairul Azzam dalam kutipan di atas, juga dapat digolongkan ke dalam tipe manusia flegmatis. Namun, ada tiga yang mempengaruhi, emosionalitasnya lemah, berfungsi sekunder, dan aktivitasnya kuat.

Emosionalitas yang ada dalam dirinya adalah emosionalitas yang lemah. Fungsi sekunder yang dimilikinya adalah konsekuen terhadap pekerjaan. Dan aktivitas yang kuat dari diri Khairul Azzam terlihat dari rencana pekerjaan yang akan dilakukannya setelah selesai beristirahat dalam waktu beberapa menit. Dalam hal ini, Khairul Azzam merupakan orang yang suka bekerja dan juga tidak mudah putus asa.

Ciri kepribadian lain yang dimiliki Khairul Azzam adalah tidak mudah putus asa ketika menghadapi permasalahan yang dihadapinya dan tetap giat bekerja. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Azzam masih sibuk berkutat dengan kacang kedelainya yang telah ia beri ragi. Dengan penuh kesabaran ia harus membungkusnya agar menjadi tempe. Sejak lamarannya pada Anna Althafunnisa telah didahului oleh sahabatnya sendiri, Azzam memutuskan untuk total bekerja. Sejak Ustadz Mujab menyarankan agar ia mengukur dirinya, ia memutuskan untuk total membaktikan diri kepada ibu dan kedua adik-adiknya di Indonesia. Ia niatkan itu semua sebagai ibadah dan rahmah yang tiada duanya. Ia juga meniatkannya sebagai tempaan hidup yang harus ia tempuh di universitas besar kehidupan. Ia yakin, semua itu tidak akan sia-sia. Bukankah Allah tak pernah menciptakan segala sesuatu dengan kesia-siaan (El Shirazy, KCB 1, 2006:125).

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus dan tipe kepribadian Heymans, kutipan yang tergambar secara analitik dengan penggambaran tokoh yang tidak mudah putus asa dan suka bekerja di atas, dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia sanguinis. Namun, menurut teori Hipocrates Galenus, Khairul Azzam memiliki kepribadian manusia sanguinis karena memiliki ciri kepribadian manusia sanguinis, yaitu tidak mudah putus asa. Menurut teori Heymans, Khairul Azzam memiliki kepribadian manusia sanguinis karena ada tiga tanda yang mempengaruhi, yaitu emosionalitasnya lemah, berfungsi primer, dan aktivitasnya kuat, ditandai dengan sikap yang suka bekerja.

Kepribadian Khairul Azzam yang sanguinis dengan ciri tidak mudah putus asa dan suka bekerja, juga terlihat dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik, sebagaimana terlihat dalam kutipan di bawah ini.

Gagal mendapatkan putri Pak Jazuli tidak membuat Azzam putus asa dalam mencari jodohnya. Setiap ada informasi yang ia rasa menarik ia kejar informasi itu. Sampai pun ia mendapat informasi dari kang Paimo (El Shirazy, KCB 2, 2007:272).

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Khairul Azzam dapat digolongkan sebagai manusia sanguinis karena dia tidak mudah putus asa. Khairul Azzam tidak mudah putus asa ketika dirinya gagal mendapatkan putri Pak Jazuli.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Kairul Azzam dapat digolongkan ke dalam tipe manusia sanguinis karena tiga tanda manusia sanguinis yang dimilikinya, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi primer, dan aktivitas yang kuat. Aktivitas yang kuat dari diri Khairul Azzam ditandai dengan sikapnya yang suka bekerja dan tidak mudah putus asa. Dia terus berusaha mencari informasi tentang jodoh yang pantas untuknya.

Ciri kepribadian lain yang dimiliki Khairul Azzam adalah mempunyai disiplin kerja yang tinggi. Ciri kepribadian Khairul Azzam yang mempunyai disiplin kerja yang tinggi terlihat dalam kutipan berikut.

Wajahnya tampak lelah. Kedua matanya telah merah. Namun sepertinya ia tak mau menyerah. Dalam kondisi sangat letih, ia harus tetap bekerja. Ia tak mau kalah oleh keadaan. Ia tak mau semangatnya luntur begitu saja, oleh rasa kantuk yang terus menderanya. Bila sudah begitu, ia selalu teringat perkataan Al Barudi yang melecut jiwanya,

Orang yang memiliki semangat.

Ia akan mencintai semua yang dihadapinya.

Ia melihat jam yang tergantung di dinding kamar. Ia menghela nafas dalam-dalam. Sudah masuk ujung malam, dua jam lagi pagi datang. Ia harus menyelesaikan pekerjaannya dengan segera. Ia harus punya waktu untuk istirahat, meskipun cuma satu jam membuka mata.

Ia lalu berdiri dan menggerak-gerakkan tubuhnya untuk menghilangkan rasa linu dan pegal yang begitu terasa. Dua menit ia melakukan gerakan senam ringan. Lau kembali jongkok. Dan kembali membungkus kedelai calon tempe dengan penuh ketelitian dan kesabaran (El Shirazy, KCB 1:126).

Tampak dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara anatik di atas, tokoh Khairul Azzam terlihat sebagai seorang tokoh yang memiliki disiplin kerja yang tinggi. Dia harus membagi waktunya untuk menyelesaikan pekerjaannya membungkus kedelai calon tempe. Walau tampak lelah dan merasa letih, dia tetap tidak mau menyerah dan berhenti bekerja. Dia tidak mau kalah dengan keadaan.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Khairul Azzam dengan ciri kepribadian, yaitu mempunyai disiplin kerja yang tinggi, dapat digolongkan sebagai manusia yang berkepribadian choleris. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Khairul Azzam dalam kutipan tersebut, dapat digolongkan sebagai manusia yang berkepribadian flegmatis. Dia digolongkan sebagai manusia flegmatis karena memiliki tiga tanda manusia flegmatis, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Emosionalitas yang dimilikinya adalah emosionalitas yang lemah. Fungsi sekunder yang dimiliki Khairul Azzam adalah konsekuen terhadap pekerjaan. Walau dalam keadaan apapun, dia tetap berusaha menyelesaikan pekerjaannya. Aktivitas yang kuat dari diri Khairul Azzam terlihat dari pekerjaannya membungkus kedelai calon tempe dengan penuh ketelitian dan kesabaran.

Ciri kepribadian Khairul Azzam yang memiliki disiplin kerja yang tinggi juga terlihat dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara analik berikut.

Nanang beranjak menuju komputer yang ditinggalkannya. Sementara Azzam mengganti bajunya dengan kaos, dan celana panjangnya dengan sarung. Lalu rebahan di atas kasur. Ia ingin mengendurkan otot-ototnya barang beberapa menit. Sebab sore ini juga ia harus langsung menggarap kedelainya untuk mulai diproses menjadi tempe. Lalu nanti malam setelah shalat Isya ia harus mulai menggarap daging sapinya untuk dijadikan bakso (El Shirazy, KCB 1, 2007:211).

Tampak dalam kutipan di atas, tokoh Khairul Azzam terlihat sebagai seorang tokoh yang memiliki disiplin kerja yang tinggi. Dia membagi waktunya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Setelah sore hari menggarap kedelai untuk diproses menjadi tempe, malam harinya dia harus menggarap daging sapinya untuk dijadikan bakso.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Khairul Azzam dengan ciri kepribadian, yaitu mempunyai disiplin kerja yang tinggi pada kutipan tersebut, juga dapat digolongkan sebagai manusia yang berkepribadian choleris. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Khairul Azzam dalam kutipan tersebut, dapat digolongkan sebagai manusia yang berkepribadian flegmatis. Dia digolongkan sebagai manusia flegmatis karena memiliki tiga tanda manusia flegmatis, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Emosionalitas yang dimilikinya adalah emosionalitas yang lemah. Fungsi sekunder yang dimiliki Khairul Azzam adalah konsekuen terhadap pekerjaan. Dia merencanakan segala sesuatu hal yang akan dikerjakannya. Dan melakukan pekerjaan itu dengan serius. Aktivitas yang kuat dari diri Khairul Azzam terlihat dari pekerjaan yang dilakukannya, yaitu menggarap kedelai untuk dijadikan tempe, dan menggarap daging sapi untuk dijadikan bakso.

Pengarang kembali memperlihatkan ciri kepribadian Khairul Azzam yang mempunyai disiplin kerja yang tinggi. Ciri kepribadian ini digambarkan pengarang secara analitik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

Azzam terus membuat bola demi bola dan memasukkannya ke dalam air panas. Kepalanya sudah terasa panas. Matanya telah merah. Tubuhnya telah minta istirahat. Tapi malam itu juga harus selesai. Ia tidak boleh kalah oleh matanya yang merah. Ia harus disiplin. Jika tidak, besok pagi pekerjaannya akan menumpuk, dan akibatnya bisa berantakan. Tapi jika ia tetap teguh, disiplin, dan menyelesaikan pekerjaannya yang harus selesai malam itu, maka semua akan lebih mudah. Pekerjaan-pekerjaannya yang lain akan selesai pada waktunya. Memang, satu disiplin akan mendatangkan disiplin yang lain. Itu yang ia rasakan (El Shirazy, KCB 1, 2007:245).

Tampak dalam kutipan di atas, pengarang dengan sangat jelas menggambarkan ciri kepribadian Khairul Azzam yang memiliki disipilin kerja yang tinggi. Hal ini terlihat dari pekerjaan yang digelutinya dengan disiplin. Ia harus menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum pagi. Jika tidak, semua pekerjaannya akan menumpuk dan berantakan.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, Khairul Azzam dengan ciri kepribadian, yaitu mempunyai disiplin kerja yang tinggi pada kutipan tersebut, juga dapat digolongkan sebagai manusia yang berkepribadian choleris. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Khairul Azzam dalam kutipan tersebut, dapat digolongkan sebagai manusia yang berkepribadian flegmatis. Dia digolongkan sebagai manusia flegmatis karena memiliki tiga tanda manusia flegmatis, yaitu emosionalitas yang lemah, fungsi sekunder, dan aktivitas yang kuat.

Emosionalitas yang dimilikinya adalah emosionalitas yang lemah. Fungsi sekunder yang dimiliki Khairul Azzam adalah konsekuen terhadap pekerjaan. Dia merencanakan segala sesuatu hal yang akan dikerjakannya. Dan melakukan pekerjaan dengan serius dan dengan disiplin. Aktivitas yang kuat dari diri Khairul Azzam terlihat dari pekerjaan yang dilakukannya, yaitu membuat bola bakso dan memasukkannya ke dalam air panas

Jadi, dari beberapa kutipan tersebut, Khairul Azzam jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memiliki tipe kepribadian manusia melancholis, flegmatis, sanguinis, dan choleris.

Khairul Azzam berkepribadian melancholis, karena dia memiliki ciri kepribadian manusia melancholis, yaitu terobsesi dengan karya yang paling bagus, paling sempurna, dan mengerti estetika. Khairul Azzam terobsesi dengan pemandangan laut Mediterania yang menurutnya paling sempurna. sikapnya yang terobsesi ini, dapat dikatakan dia adalah orang yang mengerti estetika, yaitu estetika keindahan. Khairul Azzam juga terobsesi dengan kecantikan wajah Aisha yang menurutnya paling sempurna. Dari sikapnya yang terobsesi ini, dia juga dapat dikatakan sebagai orang mengerti estetika, yaitu estetika keindahan.

Khairul Azzam juga berkepribadian flegmatis karena dia memiliki ciri kepribadian manusia flegmatis, yaitu teguh pendirian. Dia tetap menolak ciuman gaya Prancis yang akan diberikan Eliana padanya. Dia juga memiliki ciri lain dari kepribadian manusia flegmatis, yaitu sabar. Sabar dalam menghadapi persoalan hidup yang dihadapinya, sabar akan keadaan dirinya, dan sabar untuk merelakan kesempatan bertemu dengan orang yang paling dikaguminya, serta sabar terhadap pekerjaannya, yaitu membuat tempe.

Kepribadian Khairul Azzam yang sanguinis terlihat dari ciri kepribadian manusia sanguinis yang dimilikinya, yaitu tidak mudah putus asa.

Kepribadian Khairul Azzam yang choleris terlihat dari ciri kepribadian manusia choleris.yang dimilikinya, yaitu memiliki disiplin kerja yang tinggi. Dalam keadaan apupun, dia tetap bertekad menyelesaikan pekerjaannya untuk membuat tempe dan bakso. Dia membagi waktunya supaya semua pekerjaan yang dilakukannya dapat selesai dengan baik.

Khairul Azzam jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, memiliki tipe kepribadian manusia nerves, apatis, flegmatis, dan sanguinis. Kepribadiannya yang nerves, dapat dilihat dari tiga tanda orang-orang nerves yang dimilikinya. Pertama, emosionalitas yang kuat, ditandai dengan fantasinya yang kuat terhadap pemandangan laut Mediterania yang telah banyak mencatat peristiwa besar dalam sejarah kehidupan. Fantasinya juga terlihat kuat saat duduk dalam sebuah mobil mewah bersama seorang gadis cantik bernama Eliana. Kedua, berfungsi primer. Dan ketiga, aktivitasnya lemah.

Kepribadiannya yang apatis, dapat dilihat dari tiga tanda orang-orang apatis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, memiliki fungsi sekunder, yaitu taat kepada adat. Ketiga, aktivitasnya lemah.

Kepribadiannya yang flegmatis, juga dapat dilihat dari tiga tanda orang-orang flegmatis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah, Kedua, memiliki fungsi sekunder, yaitu konsekuen terhadap pekerjaan. Ketiga, aktivitasnya kuat. Khairul Azzam adalah orang yang tidak mudah putus asa dan suka suka bekerja.

Ciri kepribadiannya yang sanguinis, juga dapat dilihat dari tiga tanda orang-orang sanguinis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, fungsi yang dimilikinya adalah fungsi primer. Dan ketiga, aktivitasnya kuat. Dia adalah orang yang suka bekerja dan tidak mudah putus asa.

2) Furqan

Kepribadian tokoh Furqan digambarkan pengarang secara analitik dan dramatik. Pada bagian awal cerita, penggambaran tokoh Furqan yang dilakukan secara dramatik menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang memiliki ciri kepribadian yang optimis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, ciri kepribadian Furqan yang optimis, dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia sanguinis. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut.

“Kamu benar-benar sudah siap jika Anna atau keluarga Anna menolakmu? Padahal jika kamu mau bersabar sampai hati Anna benar-benar siap, kamu punya peluang besar untuk diterima olehnya.”

Furqan diam sesaat. Ia berpikir sejenak lalu menjawab,

“Saya yakin Anna sudah punya sikap. Ia hanya ragu. Justru jika saya datang langsung pada orangtuanya, ia tidak ada kesempatan lagi untuk ragu. Saya rasa peluang saya lebih besar jika langsung melamar pada orangtuanya Ustadz. Ini sudah saya pikir masak-masak.” (El Shirazy, KCB 1, 2007:365—366).

Tampak dalam kutipan di atas, Furqan bersikap optimis saat Ustazd Mujab bertanya padanya tentang lamaran yang dinyatakan langsung pada Anna. Dia merasa yakin bahwa Anna pasti sudah mempunyai sikap pada lamarannya. Jika lamaran itu dinyatakan pada orangtua Anna, dia merasa peluangnya untuk mendapatkan Anna akan lebih besar lagi.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Furqan dalam kutipan di atas juga dapat dikatakan sebagai manusia sanguinis. Namun, ada tiga tanda yang mempengaruhinya. Pertama, emosionalitas yang dimilikinya adalah emosionalitas yang lemah. Kedua, fungsi yang dimilikinya adalah fungsi primer. Ketiga, aktivitasnya kuat. Dia mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya dengan mudah saat ditanya Ustadz Mujab tentang lamarannya pada Anna. Dia hanya berpikir sejenak dan menjawab dengan yakin bahwa Anna akan segera memberikan sikap padanya.

Ciri kepribadian Furqan yang optimis juga dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Ia sangat optimis. Dan selama ini, jika ia optimis, ia selalu barhasil meraih apa yang diinginkannya. Ia meyakini kekuatan optimisme dan mind magic yang acapkali dilontarkan oleh motivator-motivator kaliber dunia. Benarkah demikian? Akankah ia sukses menyunting gadis idamannya, Anna Althafunnisa? (El Shirazy, KCB 1, 2007:365—366).

Tampak dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik di atas, Furqan jelas sekali terlihat sebagai optimis. Dia sangat optimis kalau apa yang diinginkannya pasti selalu berhasil.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, sikap optimis Furqan di atas, juga dapat digolongkan ke dalam tipe manusia sanguinis. Begitu pula jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Furqan dalam kutipan tersebut juga dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia sanguinis, namun ada tiga tanda yang mempengaruhi. Pertama, emosionalitas yang dimilikinya adalah emosionalitas yang lemah. Kedua, fungsi yang dimilikinya adalah fungsi primer. Ketiga, aktivitasnya kuat. Dia mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya, karena dia meyakini kekuatan optimisme dan mind magic yang acapkali dilontarkan oleh motivator-motivator hebat di dunia.

Jika pada bagian awal cerita tokoh Furqan digambarkan sebagai orang yang memiliki ciri kepribadian yang optimis, maka pada kelanjutan cerita, Furqan digambarkan pengarang sebagai orang yang memiliki ciri kepribadian yang pesimis.

Ciri kepribadiannya yang pesimis dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Sore itu menjelang maghrib, Furqan telentang di tempat tidurnya. Semangat hidupnya benar-benar redup. Ia merasa hidup dan matinya ditentukan oleh hasil test darahnya besok. Keterangan kolonel Fuad membuat bulu kuduknya merinding. Begitu banyak korban perempuan jalang kiriman Mosad itu. Nyaris semuanya terkena virus HIV. Hanya empat orang yang tidak terkena dan masih bersih. Artinya persentase selamatnya kecil.

Air matanya meleleh. Bagaimana nanti hancurnya Ayah dan Ibunya jika ia benar-benar mengidap virus itu. Akan ditaruh di mana mukanya jika hal itu menjadi berita nasional di Tanah Air. Seorang mahasiswa Indonesia di Mesir, mantan ketua PPMI terkena AIDS. Di bumi mana ia sanggup mengangkat kepala dengan tegak?

Dan Anna Althafunnisa. Ah, Jika ia terkena AIDS, keinginannya menyunting Anna ibarat punguk merindukan bulan. Mustahil Anna akan mau menerimanya. Dan kalau toh Anna menerimanya, ia sendiri mana mungkin tega menulari perempuan pujaan hatinya dengan penyakit AIDS yang dideritanya. Hanya Allahlah yang bisa menyelamatkannya. Ia benar-benar mengharap dan mengiba belas kasih dari Allah. Kepada siapa lagi ia melabuhkan harapannya selain kepada Allah (El Shirazy, KCB 1, 2007:385—386).

Tampak dalam kutipan di atas, rasa pesimis Furqan tergambar dari konflik batin yang dirasakannya. Dia merasa hidup dan matinya ditentukan oleh hasil test darahnya. Dia mempersentasekan bahwa orang-orang yang terkena virus HIV akan mempunyai persentase hidup selamat yang kecil. Dia juga merasa keinginannya untuk menyunting Anna seolah tak akan pernah bisa jika dia benar-benar mengidap HIV.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, ciri kepribadian Furqan yang pesimis dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia melancholis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Furqan dapat digolongkan ke dalam tipe orang yang berkepribadian nerves. Dikatakan demikian, karena dia memiliki tiga tanda orang-orang nerves. Pertama, emosionalitasnya kuat, ditandai dengan perasaannya yang tergambar dari konflik batinnya. Konflik batin terhadap penyakit AIDS yang ditularkan oleh perempuan jalang kiriman Mosad. Kedua, berfungsi primer. Dan ketiga, aktivitasnya lemah.

Ciri kepribadian Furqan yang pesimis juga dapat dilihat dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik dibawah ini.

Detik demi detik ia dicekam rasa cemas dan takut. Ia merasa seperti seorang penjahat yang menunggu giliran eksekusi hukuman mati. Ia seperti menunggu giliran mati untuk dihukum pancung. Ia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah. Ia terpaksa mengundurkan jadwal pulangnya. Beberapa yang orang tahu ia akan pulang kaget karena ia tak jadi pulang.(El Shirazy, KCB 1, 2007:379).

Tampak dalam kutipan yang digambarkan pengarang secara analitik di atas, Furqan terlihat sebagai orang yang pesimis. Dia selalu merasa cemas dan takut. Dia juga merasa seperti penjahat yang akan dieksekusi hukuman mati. Keadaannya seperti orang yang menunggu giliran mati untuk dihukum pancung. Dia pasrah. Dan terpaksa mengundurkan jadwal kepulangannya ke Indonesia. Hal ini tidak lain disebabkan oleh hasil tets darah yang memvonisnya positif terkena HIV.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, rasa pesimis Furqan di atas, juga dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia melancholis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Furqan dalam kutipan di atas, juga dapat digolongkan ke dalam tipe orang yang berkeperibadian nerves. Dikatakan demikian, karena dia memiliki tiga tanda orang-orang nerves. Pertama, emosionalitasnya kuat, ditandai dengan perasaannya yang selalu merasa cemas dan takut. Namun, perasaannya tidak tercermin dari perilakunya, misalkan lewat tulisan dan kata-kata, melainkan lewat perasaan yang dirasakannya dalam batinnya. Kedua, berfungsi primer. Dan ketiga, aktivitasnya lemah.

Pengarang kembali menggambarkan ciri kepribadian Furqan yang pesimis. Hal ini terlihat dari konflik batin yang bergejolak dalam dirinya, karena hasil test darah yang diterimanya menyatakan bahwa dirinya positif terkena HIV. Ciri kepribadian ini digambarkan pengarang secara analitik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

Furqan langsung membukanya perlahan dengan tangan gemetaran. Jantungnya berdegup kencang. Ia membaca dengan sesama. Ia mengeja hasil yang tertera dalam kertas putih itu. Dan ia dinyatakan POSITIF. Jantungnya nyaris berhenti. Ia tidak percaya dengan apa yang ia baca. Ia perhatikan baik-baik. Ia eja hurufnya dan kata yang tertulis tetap sama: POSITIF. Ia baca keterangan lain. Mungkin inisialnya yang salah. Mungkin nama yang tertera di situ bukan namanya. Tapi ia tidak mendapatkan hal yang merubah rasa tertekannya yang luar biasa. Nama yang tertera dan nomor paspornya adalah miliknya.

Ia merasakan lagi seolah langit runtuh menimpa kepalanya. Pikirannya terasa gelap. Air matanya langsung tumpah. Ia merasa telah mati. Padang yang sangat tajam seolah telah membabat lehernya. Tombak paling tajam dan berkarat seolah menancap di dadanya. Seluruh kesendiannya seolah dipaku dengan paku-paku berkarat nan runcing. Tulang-tulangnya seolah telah dilolosi satu per satu. Sesaat lamanya ia tidak bisa berbuat apa-apa. Seolah-olah bumi hendak membetot kakinya. Air matanya terus meleleh membasahi pipinya (El Shirazy, KCB 1, 2007:392—393).

Tampak dalam kutipan di atas, Furqan tergambar sebagai orang yang pesimis karena dia merasakan batinnya luar biasa tertekan karena membaca hasil test darah yang menyatakan bahwa dirinya positif terkena HIV. Dia juga merasa telah mati. Dia merasa padang yang tajam seolah telah membabat dirinya. Tombak paling tajam dan berkarat seolah menancap di dadanya. Seluruh kesendiannya seolah dipaku dengan paku-paku berkarat nan runcing. Tulang-tulangnya seolah telah dilolosi satu per satu. Dia tidak bisa berbuat-apa kecuali membasahi pipinya dengan air mata.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, ciri kepribadian Furqan yang pesimis dalam kutipan di atas, juga dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian melancholis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Furqan juga dapat digolongkan ke dalam tipe orang yang berkperibadian nerves. Dikatakan demikian, karena dia memiliki tiga tanda orang-orang nerves. Pertama, emosionalitasnya kuat, ditandai dengan konflik batinnya yang sangat tertekan terhadap hasil test darah yang menyatakan bahwa dirinya positif terkena HIV. Kedua, berfungsi primer. Dan ketiga, aktivitasnya lemah.

Ciri kepribadian Furqan yang pesimis juga digambarkan pengarang secara dramatik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

“Aku tak percaya lagi Allah maha penyayang. Aku tak percaya lagi hi .. hii ...!” Hati Furqan benar-benar terguncang. Ia merasa dunianya telah kiamat. Belajar kerasnya selama ini telah sia-sia. Gelar Masternya sia-sia. Hidupnya sia-sia dan ibadahnya menyembah Allah selama ini ia rasakan sia-sia. (394)

Furqan memeluk petugas itu erat-erat. Ia memeluk seperti anak kecil memeluk ibunya karena takut jika ditinggal.

“Hidupku sudah tamat. Aku sudah mati! Lebih baik aku langsung dikubur saja. Aku harus menanggung aib yang sangat memalukan diriku, ibuku, ayahku, dan keluargaku!”

“Bersabarlah. Sebagian besar orang yang terkena HIV memang akibat dari perbuatan dosa, perbuatan yang menjijikkan. Namun ada yang terkena HIV bukan karena dosanya. Hanya karena takdir telah menggariskan dia demikian, sebagai ujian. Jangan pesimis. Kenapa tidak kau anggap ini sebagai ujian yang kau harus lulus dengan hasil yang terbaik di sisi Allah?” (El Shirazy, KCB 1, 2007:394).

Tampak dalam kutipan di atas, Furqan terlihat sebagai orang yang pesimis. Hatinya benar-benar terguncang. Ia merasa dunianya telah kiamat. Belajar kerasnya, gelar masternya, dan juga ibadahnya menyembah Tuhan telah sia-sia. Ia berkata hidupnya telah mati pada petugas yang memberikan hasil test darahnya. Dia juga berkata kalau dirinya lebih baik dikubur dari pada harus menanggung aib yang sangat memalukan dirinya dan keluarganya.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, ciri kepribadian Furqan yang pesimis dalam kutipan di atas, dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian melancholis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Furqan dapat digolongkan ke dalam tipe orang yang berkperibadian nerves. Dikatakan demikian, karena dia memiliki tiga tanda orang-orang nerves. Pertama, emosionalitasnya kuat, ditandai dengan ucapannya yang aneh-aneh, seperti “Hidupku sudah tamat. Aku sudah mati! Lebih baik aku langsung dikubur saja,” kepada petugas yang memberikan hasil test darah padanya. Kedua, berfungsi primer. Dan ketiga, aktivitasnya lemah.

Pengarang juga masih menggambarkan ciri kepribadian Furqan yang pesimis seperti kutipan di bawah ini.

Namun ia merasa ada ribuan paku yang menancap di relung-relung hatinya. Ada rasa sedih dan rasa perih yang terus menderanya. Juga rasa takut yang luar biasa. Ia takut jika sampai keluarga Anna mengetahui apa yang dideritanya, entah dari siapa saja sumber informasinya. Jika mereka tahu ia telah mengidap HIV, maka tamatlah riwayatnya dan riwayat keuarganya. Selain itu, dalam relung hatinya yang paling dalam, ia tidak tega menyakiti Anna. Nuraninya sering berontak bahwa jika langkah ini diteruskan sampai Anna menjadi istrinya, itu sama saja membunuh Anna dengan cara paling keji di dunia.

Ia yakin ada penyakit dalam tubuhnya. Dan perkawinannya dengan Anna nanti akan menularkan penyakitnya pada Anna lalu pada anak-anak mereka. Ia lalu membayangkan seperti apa murkanya Anna dan marahnya keluarga besar pesantren Wangen padanya. Lalu di mana rasa takwanya kepada Allah? Bukankah apa yang dilakukan itu suatu bentuk penipuan paling menyakitkan umat manusia? (El Shirazy, KCB 2, 2007:94).

Tampak dalam kutipan di atas, Furqan terlihat sebagai orang yang pesimis. Dia merasa ribuan paku menancap di relung hatinya. Perasaannya selalu sedih dan perih. Rasa takut juga selalu selalu menderanya. Dia yakin jika di dalam tubuhnya memang ada penyakit. Jika dia menikah dengan Anna maka berarti dia telah menulatkan penyakit itu pada Anna dan juga pada anak-anak mereka kelak. Dia juga membayangkan Anna dan keluarganya yang akan murka jika tahu kalau dialah yang menularkan penyakit pada Anna.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, ciri kepribadian Furqan yang pesimis dalam kutipan di atas, dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian melancholis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Furqan dapat digolongkan ke dalam tipe orang yang berkperibadian nerves. Dikatakan demikian, karena dia memiliki tiga tanda orang-orang nerves. Pertama, emosionalitasnya kuat, ditandai dengan gejolak batin yang dirasakannya di dalam dirinya. Kedua, berfungsi primer. Dan ketiga, aktivitasnya lemah.

Dari beberapa kutipan di atas, tokoh Furqan jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memiliki tipe kepribadian manusia sanguinis dan melancholis. Tipe kepribadian Furqan yang sanguinis, terlihat dari rasa otptimisnya yang tinggi. Dia merasa sangat yakin jika lamarannya pada Anna akan segera mendapat sikap dari Anna. Dia juga sangat yakin jika semua hal yang diinginkannya pasti akan selalu berhasil. Tipe kepribadian Furqan yang melancholis, terlihat dari rasa pesimis yang selalu bergejolak dalam batinnya. Furqan selalu merasa hidup dan matinya ditentukan oleh hasil test darahnya. Dia merasa cemas dan takut. Dia merasa telah mati. Belajar kerasnya, gelar masternya, dan ibadahnya selama ini kepada Allah telah sia-sia. Perasaannya selalu sedih dan perih.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymas, Furqan dalam beberapa kutipan tersebut, dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia sanguinis dan nerves. Furqan berkepribadian sanguinis, karena ada tiga tanda yang mempengaruhinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, Furqan memiliki fungsi primer. Ketiga, aktivitasnya kuat. Furqan mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya.

Furqan berkepribadian manusia nerves, karena memiliki tiga tanda manusia nerves. Pertama, emosionalitasnya kuat, ditandai dengan perasaan yang tergambar dari konflik batinnya dan juga dari ucapan atau bicaranya yang aneh. Kedua, berfungsi primer. Dan ketiga, aktivitasnya lemah.

3) Anna Althafunnisa

Penggambaran kepribadian tokoh Anna Althafunnisa dilakukan secara analitik. Kepribadian tokoh Anna Althafunnisa dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih tidak digambarkan pengarang secara jelas, namun ada kutipan yang menyatakan kepribadian Anna Althafunnisa, yang jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia flegmatis.

Kepribadian Anna Althafunnisa yang menunjukkan bahwa dirinya berkepribadian flegmatis, adalah dia memiliki ciri kepribadian yang tidak mudah terpengaruh dengan godaan setan yang hadir lewat bayangan wajah Furqan, pria yang melamarnya. Hal ini digambarkan pengarang secara analitik, sebagaimana terlihat dalam kutipan di bawah ini.

Ia melangkah sambil memasukkan handphone ke dalam tas birunya. Jilbab putih yang menutupi sebagian jubah biru lautnya berkibaran diterpa semilir angin sejuk musim semi. Ia mencoba menghadirkan bayangan wajah Furqan. Namun, spontan ada yang menolak dari dalam jiwanya. Ia tersadar, dalam kenikmatan, dalam kelapangan selalu ada ujian. Dalam setiap hembusan nafas dan aliran darah selalu ada setan yang ingin menyesatkan. Ia langsung istighfar dan ber-ta’awudz. Ia juga sadar bahwa dirinya adalah manusia biasa yang punya nafsu, bukan malaikat suci yang tak memiliki nafsu.

Yang pasti, sunah Nabi tetap harus diikuti, dan suatu saat nanti ia harus mengatakan “ya” atau “tidak” untuk Furqan. Ya, suatu saat nanti, tidak harus saat ini. Musim semi sekali ini ia tidak ingin diganggu siapa saja, termasuk apa saya yang berkenaan dengan Furqan. (El Shirazy, KCB 1, 2007:151—152).

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Anna Althafunnisa dalam kutipan di atas memiliki tipe kepribadian manusia apatis. Hal ini terlihat dari tiga tanda manusia apatis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, berfungsi sekunder, yaitu taat kepada adat. Dalam hal ini, Anna taat pada adat untuk mengikuti sunnah Nabi, beristighfar dan ber-ta’awudz ketika mencoba menghadirkan bayangan wajah Furqan dalam ingatannya. Ketiga, Anna memiliki aktivitas yang lemah.

Ciri lain dari kepribadian Anna Althafunnisa yang flegmatis, juga digambarkan pengarang secara analitik, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut.

Wajah Anna merah padam. Pertanyaan Laila itu menyentak hatinya. Dari mana ia tahu? Ia sangat yakin di kalangan mahasiswi berita dirinya dilamar Furqan pasti mulai tersebar. Yang membuatnya marah adalah siapa yang membocorkan ini semua. Bukankah yang tahu masalah ini selain dirinya, seharusnya hanya tiga orang, yaitu Furqan, Ustadz Mujab dan istrinya, Mbak Zulfa. Ada kejengkelan dan rasa marah yang memercik dalam dadanya. Tapi ia bingung kepada siapa harus marah. Untuk meredam amarahnya ia mengambil air wudhu. (El Shirazy, KCB 1, 2007:233)

Tampak dalam kutipan di atas, Anna digambarkan pengarang sebagai orang yang sabar. Pada awalnya dia begitu marah ketika ada orang lain yang tahu tentang lamaran Furqan padanya. Setahu Anna, selain dirinya, seharusnya hanya ada tiga orang yang tahu, yaitu Furqan, Ustadz Mujab dan istrinya, Mbak Zulfa. Dia merasa jengkel, namun akhirnya dia mampu menahan amarahnya.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, sikap sabar Anna dalam kutipan di atas, merupakan ciri kepribadian manusia flegmatis. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Anna dalam kutipan di atas dapat digolongkan ke dalam tipe kepribadian manusia sanguinis. Dikatakan demikian, karena Anna memiliki tiga tanda manusia sanguinis. Pertama, emosionalitasnya lemah. kedua, dia memiliki fungsi primer. Dan ketiga, aktivitasnya kuat. Ditandai dengan sikapnya yang mudah mengatasi kesulitan. Dia mampu mengatasi amarahnya dengan cara mengambil air wudhu ketika ada temannya bertanya tentang hal yang pribadi baginya.

Dari dua kutipan di atas, Anna Althafunnisa jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, dapat digolongkan sebagai manusia yang berkepribadian flegmatis. Dengan ciri kepribadiannya, yaitu tidak mudah terpengaruh. Anna tidak mudah terpengaruh dengan setan yang hadir lewat bayangan wajah Furqan, pria yang melamarnya. Selain memiliki ciri kepribadian manusia flegmatis yang tidak mudah terpengaruh, Anna juga memiliki ciri kepribadiam manusia flegmatis yang lain, yaitu sabar. Dia mampu menahan amarahnya ketika ada orang lain yang tahu tentang lamaran Furqan padanya.

Berbeda halnya, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Anna dapat digolongkan ke dalam tipe manusia yang berkepribadian apatis. Hal ini terlihat dari tiga tanda manusia apatis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, berfungsi sekunder, yaitu taat kepada adat. Dalam hal ini, Anna taat pada adat untuk mengikuti sunnah Nabi, beristighfar dan ber-ta’awudz ketika mencoba menghadirkan bayangan wajah Furqan dalam ingatannya. Ketiga, Anna memiliki aktivitas yang lemah.

Selain itu, Anna juga memiliki kepribadian manusia sanguinis. Dikatakan demikian, karena Anna memiliki tiga tanda manusia sanguinis. Pertama, emosionalitasnya lemah. kedua, dia memiliki fungsi primer. Dan ketiga, aktivitasnya kuat. Ditandai dengan sikapnya yang mudah mengatasi kesulitan. Dia mampu mengatasi amarahnya dengan cara mengambil air wudhu ketika ada temannya bertanya tentang hal yang pribadi baginya.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Novel Ayat-ayat Cinta

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh utama yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta adalah Fahri, Maria, dan Aisha. Novel ini juga memiliki tokoh antagonis yang bernama Bahadur. Penelitian terhadap tokoh-tokoh di atas, dilakukan dengan teknik analitik dan dramatik.

Kepribadian tokoh dalam novel Ayat-ayat Cinta dianalisis dengan menggunakan tipe kepribadian menurut teori Hipocrates Galenus dan teori Heymans.

Dari hasil analisis, diketahui bahwa tokoh Fahri, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memiliki tiga tipe kepribadian manusia, yaitu flegmatis, melancholis, dan choleris. Sebagai manusia yang berkepribadian flegmatis, Fahri memiliki ciri kepribadian yang sabar, tidak mudah terpengaruh, dan teguh pendirian. Sebagai manusia yang berkepribadian melancholis, Fahri memiliki ciri kepribadian yaitu terobsesi dengan karya yang paling bagus, paling sempurna, dan mengerti estetika. Dan sebagai manusia yang berkepribadian choleris, Fahri memiliki ciri kerpribadian yang serius dan mempunyai disiplin kerja yang tinggi.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Fahri memiliki dua tipe kepribadian manusia, yaitu flegmatis dan nerves. Tipe kepribadian Fahri yang flegmatis, ditunjukkan oleh tiga tanda manusia flegmatis yang dimilikinya. Pertama, Fahri memiliki emosi yang lemah. Kedua, dia memiliki fungsi sekunder, diantaranya konsekuen, taat kepada adat, dan cinta persahabatan. Ketiga, dia memiliki aktivitas yang kuat, yaitu tidak mudah putus asa dan suka bekerja.

Tipe kepribadian Fahri yang nerves, dapat dilihat dari tiga tanda manusia nerves yang dimilikinya. Pertama, memiliki emosi yang kuat. Ini terlihat dari fantasinya yang kuat. Kedua, memiliki fungsi primer. Ketiga, memiliki aktivitas yang lemah.

Tokoh Maria, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus dan tipe kepribadian Heymans, tipe kepribadiannya tidak digambarkan pengarang secara jelas.

Tokoh Aisha, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memiliki satu tipe kepribadian manusia, yaitu flegmatis. Dengan ciri kepribadian, yaitu tenang dan teguh pendirian. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Aisha memiliki dua tipe kepribadian manusia, yaitu sanguinis dan nerves. Kepribadian Aisha yang sanguinis, dapat dilihat dari tiga tanda manusia sanguinis yang dimilikinya. Pertama, dia memiliki emosionalitas yang lemah. Kedua, memiliki fungsi primer. Ketiga, memiliki aktivitas yang kuat, yaitu mudah mengatasi kesulitan. Kepribadian Aisha yang nerves, dapat dilihat dari tiga tanda manusia nerves yang dimilikinya. Pertama, memiliki emosionalitas yang kuat. Emosionalitas yang kuat dari dalam dirinya ditunjukkan oleh sikapnya yang lekas memihak. Kedua, memiliki fungsi primer. Ketiga, memiliki aktivitas yang lemah.

Tokoh Bahadur, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memiliki satu tipe kepribadian, yaitu choleris. Ciri kepribadian manusia choleris yang dimilikinya adalah garang dan lekas marah. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Bahadur memiliki satu tipe kepribadian, yaitu nerves. Tiga tanda manusia nerves yang dimiliki Bahadur adalah adanya emosi yang kuat, berfungsi primer, dan aktivitasnya lemah. Emosi yang kuat dari diri Bahadur terlihat dari sifatnya yang mudah marah.

4.2.2 Novel Ketika Cinta Bertasbih

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh utama yang terdapat dalam novel Ketika Cinta Bertasbih adalah Khairul Azzam, Furqan, dan Anna Althafunnisa. Penelitian terhadap tokoh-tokoh di atas, dilakukan dengan teknik analitik dan dramatik. Kepribadian tokoh dalam novel Ketika Cinta Bertasbih dianalisis dengan menggunakan tipe kepribadian menurut teori Hipocrates Galenus dan teori Heymans.

Dari hasil analisis, diketahui bahwa tokoh Khairul Azzam, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memiliki empat tipe kepribadian, yaitu melancholis, flegmatis, sanguinis, dan choleris. Tipe kepribadian Khairul Azzam yang melancholis, terlihat dari ciri kepribadiannya yang terobsesi dengan karya yang paling bagus, paling sempurna, dan mengerti estetika. Tipe kepribadian Khairul Azzam yang flegmatis, terlihat dari ciri kepribadiannya yang teguh pendirian dan sabar. Tipe kepribadian Khairul Azzam yang sanguinis, terlihat dari ciri kepribadiannya yang tidak mudah putus asa. Tipe kepribadian Khairul Azzam yang choleris, terlihat dari ciri kepribadiannya, yaitu mempunyai disiplin kerja yang tinggi.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Khairul Azzam memiliki empat tipe kepribadian manusia, yaitu nerves, apatis, flegmatis, dan sanguinis.

Tipe kepribadian Khairul Azzam yang nerves, dapat dilihat dari tiga tanda manusia nerves yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya kuat, terlihat dari fantasinya yang kuat. Kedua, berfungsi primer. Ketiga, memiliki aktivitas yang lemah. Tipe kepribadian Khairul Azzam yang apatis, dapat dilihat dari tiga tanda manusia apatis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, berfungsi sekunder, yaitu taat kepada adat. Ketiga, memiliki aktivitas yang lemah. Tipe kepribadian Khairul Azzam yang flegmatis, dapat dilihat dari tiga tanda manusia flegmatis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, berfungsi sekunder, yaitu konsekuen. Ketiga, aktivitasnya kuat, ditandai dengan sikapnya yang tidak mudah putus asa dan suka bekerja. Tipe kepribadian Khairul Azzam yang sanguinis, dapat dilihat dari tiga tanda manusia sanguinis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, berfungsi primer. Ketiga, memiliki aktivitas yang kuat, yaitu suka bekerja dan tidak mudah putus asa.

Tokoh Furqan, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memiliki dua tipe kepribadian, yaitu sanguinis dan melancholis. Tipe kepribadian Furqan yang sanguinis, terlihat dari ciri kepribadiannya yang optimis. Tipe kepribadian Furqan yang melancholis, terlihat dari ciri kepribadiannya yang pesimis.

Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Furqan memiliki dua tipe kepribadian manusia, yaitu sanguinis dan nerves. Tipe kepribadian Furqan yang sanguinis, dapat dilihat dari tiga tanda manusia sanguinis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, berfungsi primer. Ketiga, memiliki aktivitas yang kuat, yaitu mudah mengatasi kesulitan. Tipe kepribadian Furqan yang nerves, dapat dilihat dari tiga tanda manusia nerves yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya kuat, terlihat dari cara bicaranya yang aneh. Kedua, berfungsi primer. Ketiga, memiliki aktivitas yang lemah.

Tokoh Anna Althafunnisa, jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Hipocrates Galenus, memiliki satu tipe kepribadian, yaitu flegmatis. Ciri kepribadian yang dimilikinya adalah tidak mudah terpengaruh dan sabar. Jika digolongkan ke dalam tipe kepribadian Heymans, Anna Althafunnisa memiliki dua tipe kepribadian manusia, yaitu apatis dan sanguinis. Tipe kepribadian Anna Althafunnisa yang apatis, dapat dilihat dari tiga tanda manusia apatis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, berfungsi sekunder, yaitu taat kepada adat. Ketiga, memiliki aktivitas yang lemah. Tipe kepribadian Anna Althafunnisa yang sanguinis, dapat dilihat dari tiga tanda manusia sanguinis yang dimilikinya. Pertama, emosionalitasnya lemah. Kedua, berfungsi primer. Ketiga, memiliki aktivitas yang kuat, yaitu mudah mengatasi kesulitan.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahat, Sumatera Selatan, Indonesia