Selasa, 22 Juni 2010

Artikel Lapoz

PERAN KELUARGA DALAM MENDIDIK MORAL BAGI ANAK
Penulis SITI NARWIYAH, Guru RA Bunga Bangkawali Lahat.

Mencermati Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional No. 64/c/Kep/PP/2000, seorang dinyatakan tamat dari pendidikan oleh penyelenggara pendidikan jika anak tersebut memperoleh surat tanda tamat belajar, dan sebelumnya melalui pertimbangan lulus yang diukur dari nilai rapor kelas tiga cawu ketiga, nilai ebtanas murni (NEM), nilai EBTA sekolah murni (NESM), dan budi pekerti anak.
Ternyata budi pekerti ini sudah tercantum dalam keputusan tersebut, lalu apa yang sebenarnya bisa dinilai dari budi pekerti? Pendidikan budi pekerti menjadi penting artinya karena menjadi acuan untuk menentukan seorang siswa tamat atau tidak tamat dari sekolahnya. Sekarang kita seharusnya mencermati apa yang dimaksud dengan budi pekerti.
Pelaksanaan pendidikan moral yang dimaksud dalam tulisan ini sangatlah penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami degradasi (menurunnya) moral sampai pada titik yang sangat kronis. Terlebih jika kita lihat dalam berita di televisi yang akhir-akhir ini sangat sering ditayangkan yaitu berita mengenai skandal video yang tidak senonoh. Sebuah tayangan yang sangat memalukan bahkan bisa disebut sebagai tontonan yang sangat tidak beradab dan tidak berperi-kemanusiaan.
Tidak hanya itu saja, secara umum bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita sudah tercerabut dari peradaban ketimuran yang santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat di Indonesia yang hanya menelan peradaban Barat begitu saja tanpa adanya seleksi yang matang. Sehingga saat ini jangan heran kalau sering kita lihat orang-orang yang memakai ‘pakaian renang’ di tengah keramaian.
Di samping itu, sistem pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada metode pendidikan yang selaras dengan peningkatan IQ (intelengence quetiont/kecerdasan intelektual) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont/kecerdasan emosional). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual Quetiont/kecerdasan spiritual). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan moral ini, eksistensi atau keberadaan SQ harus satu paket dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.
Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek sosial yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia di antaranya; meningkatnya kebobrokan etika/sopan-santun para pelajar. Kemudian meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dan suka mencuri. Selanjutnya, berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang. Lalu meningkatnya kelompok pertemanan yang bersifat kejam dan bengis serta munculnya kejahatan yang memiliki sikap penuh kebencian.
Masalah-masalah lainnya antara lain; berbahasa tidak sopan. Meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai pelajar. Timbulnya perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual bebas, penyalahgunaan narkoba dan perilaku bunuh diri. Dan yang terakhir adalah sikap mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras, tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah.
Ada tiga teori mendasari pendidikan budi pekerti, yaitu teori perkembangan kognitif, teori belajar sosial, dan teori psikoanalisis. Teori pertama ini dirintis Jean Pieger kemudian dikembangan Law Kohlbegr membagi enam tahap pemikiran moral. Pertama, orientasi hadiah dan hukuman sasaran anak mulai usia 3 tahun. Jika berbuat baik diberi hadiah .
Tahap kedua disebut orientasi relativitas instrumental yang menunjukkan dominasi kepentingan dalam kesenangan sendiri. Tahap ketiga orientasi anak manis, yang menggambarkan perilaku anak untuk menyenangkan lingkungan mereka. Tahap keempat, yaitu orientasi aturan dan ketertiban yang menunjukkan penghargaan terhadap ketertiban sosial. Tahap kelima kontrak sosial dan hak individu, yang menyatakan kepatuhan terhadap hak dan prosedurnya. Tahap keenam disebut etika universal yang berdasarkan atas hati nurani
Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah, maka sebaiknya dilakukan pengkajian ulang atas pendidikan moral agar dapat selalu mengikuti perkembangan kebutuhan pendidikan dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral tinggi sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman.
Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut? Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan tergantung pada moralitas generasi mudanya.
Oleh karenanya, sebagai guru di salah satu Raudhatul Athfal/RA (setingkat TK) di Kabupaten Lahat, saya mengajak semua pihak untuk dapat memulai pendidikan moral sedini mungkin serta memulainya dari keluarga. Yang perlu diingat bahwa pendidikan moral di dalam sebuah keluarga sama pentingnya dengan pendidikan moral di sekolah-sekolah formal. Bahkan pendidikan moral dalam sebuah keluarga lebih penting nilainya. Karena seorang pelajar memiliki waktu yang lebih lama berkumpul bersama keluarga dibandingkan dengan mengenyam pendidikan di sekolah.
Dan saya pun mengajak seluruh orang tua untuk dapat memberikan contoh dan suri tauladan yang baik bagi anak-anaknya di rumah. Jika orang tua telah mengajarkan bagaimana cara bertutur kata dengan baik, bergaul dengan sopan, berprilaku sesuai dengan ajaran agama, menjunjung tinggi moral dan tata krama dan hal-hal positif lainnya. Maka saya yakin generasi berikutnya adalah generasi yang memiliki moralitas tinggi dalam kehidupan. Sekali lagi, kita harus memulai pendidikan moral tersebut dari diri kita dan keluarga.

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Lahat, Sumatera Selatan, Indonesia